Zhiva merasa enggan membuka pintu rumah kecilnya pagi itu. Dia sudah paham siapa yang datang dan hari ini dia sedang tak ingin berinteraksi dengan tamunya itu. Sayangnya, seperti biasa, si tamu akan mengetuk pintu tanpa henti dan menelepon ke ponselnya berkali – kali hingga diangkat.
Benar saja, wajah tampan dan segar milik Gastha muncul di hadapannya dengan cengiran riang seperti yang biasa dilakukannya beberapa waktu ini. Gastha bukannya tak tahu bahwa akan ada yang berbeda setelah percakapan mereka kemarin, namun dia memutuskan untuk bersikap biasa. Dia ingin menunjukkan kesungguhan sekaligus bahwa dia juga bisa bersikap tak emosional.
" Sarapan? Ini makanan penuh gizi, lho..." ujar Gastha, sambil melangkahkan kakinya ke dapur rumah kecil itu.
" Nggak, Tha...makasih. Perut gue lagi nggak enak banget," sahut Zhiva, datar.
" Ini bukan soal kemarin, kan?" pancing Gastha. Zhiva menggeleng.
Tanpa mempedulikan omongan Zhiva, Gastha meraih mangkok dan piring untuk menaruh makanan yang dibawanya.
" Gue taruh di sini. Terserah mau lo makan atau nggak," lanjut Gastha, sambil tetap menuang isi makanan ke dalam mangkok dan piring.
" Gue ada kuliah pagi sampe jam 1, jadi mungkin gue agak siang nyamper ke sini. Gue cabut dulu, ya..." pamit pemuda itu.
Setelah Gastha pergi, Zhiva duduk di kursi dekat ruang dapur yang digunakan sebagai kursi meja makan. Di depannya ada makanan yang baru disiapkan Gastha. Sambil memandangi isi piring dan mangkuk di hadapannya, pikiran Zhiva melayang ke kejadian kemarin. Pertemuan dengan Andres dan percakapannya dengan Gastha.
Semalaman dia berpikir untuk mengambil keputusan yang dirasa paling aman dan kecil resikonya. Meskipun, hatinya mengakui bahwa cintanya untuk Gastha namun dia tak ingin menjebaknya dalam kontrak seumur hidup yang mungkin akan membuat mereka berdua tidak bisa meraih cita – cita. Dengan Andres, dia melihat kesungguhan bahwa mantan kekasihnya itu benar – benar berubah namun dirinya takut Andres tak bisa menerima kondisinya sekarang. Meski begitu, semalam, dia nekat menghubungi Andres dan pemuda itu berhasil meyakinkannya bahwa cintanya kali ini tulus dan akan menerima kondisi Zhiva yang seperti apapun.
Suatu kelegaan yang aneh dirasakan Zhiva mendengar ucapan Andres dan membuatnya semakin mantap untuk memutuskan. Namun, dia juga harus berusaha mengalihkan hatinya dari Gastha dan belajar mencintai Andres dengan tulus. Sebuah hal yang ia rasakan lebih sulit dari sebelumnya.
***
Andres menanti gadis pujaannya dengan gelisah. Mereka berdua berjanji bertemu di sebuah restoran. Ketika Andres menawarkan untuk menjemput, Zhiva tegas melarang tanpa merinci alasannya. Dia sebenarnya hanya khawatir terpergok oleh orang yang dikenalnya, terutama Gastha.
Penantian itu berakhir dengan kelegaan melihat kedatangan sosok familiar. Andres masih bak gentleman dalam memperlakukan Zhiva. Dia ingin menunjukkan bahwa dia masih sama dalam bersikap namun sudah berubah dalam sifat. Perasaannya dipenuhi kegembiraan karena Zhiva meresponnya.
" Kondisi kandunganmu sehat, Zhi?" tanya Andres, ketika mereka menunggu pesanan datang.
" Iya..."
" Kamu harus jaga diri, supaya kuat dan bayimu selalu sehat, Zhi," Zhiva terharu mendengar ucapan Andres.
" Dres, menurut lo, permintaan gue semalam berlebihan , ya? Gue pasti terdengar nggak tahu diri minta hal itu ke lo."
Sebelum menjawab, Andres menggeleng perlahan sambil tersenyum, tak lupa kedua tangannya menggenggam lembut tangan Zhiva.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Definitely Not" Karma [END]
Romance" First, jatuh cinta ama brondong. Second, lovey dovey antara guru dan murid, walaupun cuma guru privat, tetep aja buat gue, BIG NO! Third, hamil di luar nikah! Definitely not!" celoteh Zhiva melanjutkan. Sandra mengangguk - angguk. Dia selalu memah...