Sebuah Kilas Balik Terakhir (18+)

7.2K 347 7
                                    


Gastha tak peduli pada tatapan tajam lelaki di hadapannya, yang mencodongkan tubuh arahnya sambil menggeratakkan giginya, geram. Wanita di sebelahnya masih memandanginya dengan pandangan kecewa, iba sekaligus dengan linangan air mata.

" Bisa – bisanya kamu melukai hati kami, orang tuamu dengan melakukan hal seperti itu! Bukan cuma kami...bukan...tapi...juga gadis itu! Oh, Demi Tuhan, Gastha, dia itu mantan guru privatmu, orang yang bantu kamu belajar hingga kamu lulus ujian. Well, dia memang dibayar untuk itu, tapi, kami nggak pernah mengajarkan kamu untuk bisa melakukan hal biadab seperti itu!!!" lelaki itu menumpahkan kemarahan dan kekecewaannya setelah pemuda itu menceritakan semuanya.

" Ragastha...kenapa kamu tega melakukan semua ini pada kami, orang tuamu...pada gadis itu. Mama sayang dengan guru privatmu karena dia memang gadis baik – baik...kenapa kamu tega berbuat begitu?" suara Mama Gastha diselingi isak tangis dan sesekali menyusut air mata dengan tisu.

" Gastha tau, itu salah, tapi Gastha mencintai Zhiva dan ingin dia jadi sepenuhnya milik Gastha," kilah Gastha.

" Itu egois! Dan kamu tau? Kamu tau apa soal cinta? Itu bukan cinta tapi ego dan kebodohan, Gastha!" Papanya masih dengan emosi menampik kalimat Gastha.

" Tapi, Pa..."

" Gastha, kamu nggak sadar siapa kamu? Apa yang kamu bisa? Apa kamu pernah pikir tentang perasaan Zhiva, keluarganya?" desis Ayahnya lagi. Lalu, kali ini beralih ke wanita di sebelahnya,

" Liat, Ma! Ini anak yang selalu kamu manjakan dan kamu tau sekarang yang bisa dia perbuat dari hasil memanjakannya?!" wanita itu kembali terisak dan tak sanggup menyahut, justru Gastha yang terpancing emosinya.

" Pa! Jangan bawa Mama dalam urusan ini! Ini tentang Gastha dan Zhiva! Gastha cuma mau minta restu untuk menikahi Zhiva karena sebentar lagi anaknya lahir dan Gastha nggak mau anak itu jadi anak haram!"

Ayahnya hanya bisa terdiam mendengar anaknya bicara. Dia bisa menilai kesungguhan dari kedalaman suara Gastha dan dia tahu, tidak ada yang bisa diperbuatnya.

***

" Lo serius, Tha?" mata bulat itu makin membulat mendengar ucapan Gastha barusan.

" You've got your parents' permission? Just that easy?" timpal suara lainnya.

" I've never told it was easy. It hurted them a lot but I don't care, Zhiva is my top priority. By the way, how about her?"

" Fine. Udah makan dan tidur lagi karena badannya lemes. Tapi dia membaik, udah bisa jalan – jalan walaupun cuma ke dapur sampai ruang tamu."

" Hi! You guys are here..." suara lembut itu menyapa. Gastha menoleh dan tersenyum melihatnya.

" Keganggu?"

" No. Just thirsty..."

" Duduk aja, Zhi...gue ambilin minum..." Sandra buru – buru bangkit dari duduknya.

Setelah Zhiva menandaskan minumnya, Gastha membeberkan rencananya dan restu yang telah dia dapat dari orang tuanya. Namun, dia tak bercerita soal kemarahan ayahnya dan bagaimana Mamanya menangis setelah pengakuannya.

Kini giliran Zhiva yang menangis. Terharu melihat kesungguhan mantan anak bimbingnya, yang selama ini dia kira egois dan manja. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, dia selalu tahu, bahwa kesungguhan dan keyakinan Gastha memang luar biasa. Mungkin pemuda ini keras kepala namun membuatnya memiliki keyakinan yang tak mudah goyah.

***

Pasangan baru itu akhirnya bisa bernafas lega setelah selesai menata barang – barang ke tempat baru. Sebenarnya adalah tempat lama, karena mereka hanya pindah lagi ke rumah susun yang dulu pernah Zhiva tempati. Tempat itu lebih luas namun tidak berlebihan untuk keluarga kecil yang baru. Papa dan Mama Gastha baru saja pulang setelah membantu pindahan. Mereka telah bisa menerima bahwa ada anggota baru dalam keluarga dan sebentar lagi ada anggota yang lebih baru. Rupanya prospek akan lahirnya cucu menjadi penghiburan bagi keduanya. Lebih lagi, karena sejak lama Zhiva sudah dianggap keluarga dan Mama Gastha sudah menyayanginya, tidak ada masalah yang berarti.

"Definitely Not" Karma [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang