Pulang dari kafe paman Leeteuk, Rose mendapat beberapa pertanyaan dan dua diantaranya;
"Benarkah dia temanmu? Atau dia itu kekasihmu?"
"Rose, paman tidak menyangka kau membawa seorang laki-laki didepan paman. Padahal selama ini kau itu jomblo bukan?"
Dan Rose hanya bisa menjawab seadanya karena, sumpah! Paman Leeteuk sangat cerewet. Ditambah juga, Jimin terus-terusan menahan tawanya saat melihat wajah Rose yang tertekuk kesal; dia merasa tersindir.
Rose memutuskan untuk pergi ke taman bermain setelah mampir di kafe--untuk membuat moodnya kembali. Dulunya taman bermain yang berada dekat dengan sekolahnya itu, merupakan tempat favorit saat ia masih kecil.
Rose duduk di salah satu ayunan sebelum membersihkan salju yang sedikit mengotori benda tersebut. Merasa si tampan tidak bergerak, Rose memberi gestur kepada Jimin untuk duduk disebelahnya; tepatnya di ayunan yang kosong.
"Kau seperti anak-anak saja..."
Jimin terkekeh pelan, dia langsung mengikuti keinginan Rose dan mulai berayun.Rose mendelik, "Jangan asal bicara!"
Jimin tertawa melihat ekspresi Rose yang menurutnya lucu. Rose sedikit heran, kenapa juga Jimin sering tertawa? Entah bagian mana yang menurut Rose lucu. Apa mukanya jelek? Ah tidak mungkin. Mukanya masih cantik kok, walaupun tidak secantik Mieyon.
"Jangan lihat aku seperti itu. Aku tau aku tampan."
Jimin mengedipkan sebelah matanya bermaksud untuk menggoda Rose.Tapi yang justru dia dapatkan--
Puk!--tamparan yang lumayan keras dibahunya.
"Menggelikan! Jangan menggoda ku! Kau jelek!"
Bukannya merasa sakit, Jimin malah semakin tertawa keras sampai air matanya keluar. Mengapa dia tertawa? Pertama, dia tidak menggelikan, dia seksi. Kedua, Jimin sudah tampan dari lahir. Ketiga, Jimin begitu senang melihat pipi Rose yang bersemu merah karena berhasil digoda nya.
"Menyebalkan!"
Gerutu Rose sambil memalingkan pandangannya, jika dia melihat Jimin sudah dipastikan wajahnya akan semerah kepiting rebus.Meong
Jimin menghentikan tawanya dengan alis mengkerut. Rose yang merasa tawa disebelahnya hilang lantas menatap si Jimin dengan pandangan bertanya. 'Ada apa?' . Namun, Jimin hanya menatap Rose sekilas lalu berdiri dan berjalan disekitar taman sambil celingak-celinguk; seolah mencari sesuatu.
"Apa yang kau lakukan? "
"Ssstt..aku mendengar suara kucing tadi."
"Kau berc-"
Meooong
Rose terbungkam seketika, benar itu suara kucing! Ia langsung menajamkan indra pendengaran nya dan mencari tau dimana asal suara tersebut. Karena suasana yang bisa terbilang sepi, Rose hampir terlonjak kaget mendengar pekikan Jimin.
"Akkh! Aw, shit!"
Oh bahkan dia mengumpat.
Rose langsung berbalik, dan menyusul Jimin yang terduduk dirumput dekat seekor kucing berwarna coklat-putih. Dia melebarkan matanya ketika melihat darah segar keluar dari telapak tangan Jimin. Apalagi, wajah pemuda itu terlihat seperti menahan sakit.
"Kenapa kau bisa terluka?"
Rose berjongkok lalu merogoh tas nya dan mengambil kotak P3K yang memang selalu dia bawa kemanapun.Bagus, kotak dari mama berguna juga akhirnya.
"Aku hanya ingin menolongnya lalu menarik ekor kucing itu untuk keluar dari semak-semak. Kaki kucing itu juga kelihatan nya patah, aku jadi kasihan. Tapi lihat! Justru aku yang kena cakar!"
Kata Jimin dengan dongkol. Bisa-bisanya perbuatan baiknya dibalas seperti ini.Rose menggelengkan kepalanya heran, "Ekor kucing sensitif. Pantas dia mencakarmu."
Rose dengan telaten mengobati luka Jimin menggunakan betadin, dan beberapa detik kemudian dia selesai. Biar bagaimana pun, Rose pernah ikut dalam kelompok UKS dengan teman-temannya. Jadi, hal yang seperti itu juga berguna.
Rose baru menyadari jika kucing yang mencakar tangan Jimin masih ada didepannya. Langsung saja ia memeluk kucing tersebut dan menggendongnya seperti anak bayi. Rose melirik Jimin canggung, sebelum berdehem.
"Kita pulang, aku yang merawat kucing ini."
"Jangan, biar aku saja."
Ekspresi Rose berubah bingung. Dia tidak setuju, karena menurut Rose dia yang lebih baik mengurus kucing ini dari pada pemuda seperti Jimin. Eih..Rose, Rose.
"Apa? Tidak! Aku yang akan mengurusnya."
Jimin tersenyum miring,"Kau pikir aku tidak bisa mengurus hewan berbulu itu?"
"E-eh-"
Belum sempat Rose melayangkan protes, Jimin lebih dulu merebut kucing itu dari dekapan nya dan tersenyum lebar. Baiklah, ternyata Rose harus mengalah. Ck, dasar Park Jimin!
"Kita beri nama siapa dia?"
"Kita?"
Pipi Rose kembali bersemu merah, kita..kita, kita. Astaga, apakah hanya Rose disini yang merasa kalau Jimin layaknya seorang suami yang menanyakan nama anaknya kepada Rose yang sebagai istrinya?
Astaga, astaga, astaga!
"Hei, kau sakit? Wajahmu merah sekali. Apa kau ingin, pulang?"
Tangan kanan Jimin memegang dahi Rose sedangkan tangan yang satunya memeluk erat sang kucing. Rose menepis halus tangan Jimin dengan gelengan random.
"Aku tidak apa-apa. Ayo pulang!"
Rose berbalik namun tangannya dicekal oleh Jimin. Oh, apalagi sekarang.
"Tunggu dulu, aku sudah mendapatkan nama yang cocok untuk kucingnya!"
Rose kembali menatap Jimin dengan raut wajah penasaran."Benarkah? Siapa namanya?"
"Minse, bagaimana?"
Rose mengetuk-ngetukkan jarinya didagu seolah berpikir, beberapa detik kemudian dia berkata halus,"Boleh juga."
"Baiklah, kucing ini resmi diberi nama Minse. Ehm, kau mau tau arti dari nama Minse?"
Tanya Jimin dengan wajah menggoda keingintahuan Rose.Rose mengangguk.
"Minse adalah...JiMin, Rose!"
Jimin tersenyum lebar sampai kedua matanya tenggelam. Imut.
Lain halnya dengan Rose. Gadis itu malah memerah lagi. Dia speechless karena kata-kata yang keluar dari bibir seksi Jimin.
"Ya, wajahmu merah! Mari pulang! Sepertinya kau memang sakit!"
Kurasa Jimin bukan orang yang gampang peka.[]
TBC
Wkwkwk Rose nya disini malu-malu gitu guys😂😂😂 ahh kiyowo yah kalo bayangin 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
- 𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐈𝐍 𝐖𝐈𝐍𝐓𝐄𝐑.
Short Story【た嵐恩】 ❝𝐖𝐡𝐞𝐧 𝐰𝐢𝐧𝐭𝐞𝐫 𝐜𝐡𝐨𝐬𝐞 𝐰𝐡𝐨 𝐢𝐬 𝐭𝐡𝐞 𝐭𝐫𝐮𝐞 𝐦𝐚𝐭𝐞. ❞ Summary; | 𝘙𝘰𝘴𝘦 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘶𝘴𝘪𝘮 𝘱𝘢𝘯𝘢𝘴 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘥𝘪𝘢 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘬𝘢𝘪 𝘮𝘶𝘴𝘪𝘮 𝘥𝘪𝘯...