07 - 3 : PURA-PURA

13 2 0
                                    

"Kau siapa? Kau bukan teman lama, tapi kau bisa melihatku juga. Wajah kalian persis sama." Hantu TK terus berusaha membuat kontak dengan Ha Ni, dan sedikit memaksanya untuk bicara.

Ha Ni mengabaikannya, sibuk memilih pakaian yang akan dia kenakan.

"Hey!"

Teriakan hantu luar biasa. Bukan hanya bisa menggetarkan telinga, tapi segala yang ada.

Ha Ni menoleh padanya. "Memang teman lamamu itu siapa? Kenapa kau mengira aku adalah dirinya? Kau pikir, hanya dia manusia yang bisa melihat hantu sepertimu di dunia ini?"

Meski telah lama jadi hantu, dia tetaplah anak-anak. Dibentak seperti itu, dia tetap anak-anak. Hantu TK ini terdiam beku.

"Ha Ni-ya!!" Ha El tiba-tiba masuk.

Ha Ni menjatuhkan pakaian yang sedang digenggamnya. Apakah Ha El melihat dan mendengar semuanya?

"Kau bicara dengan siapa?" Ha El memasuki kamar, melirik si Hantu TK, dan hantu itu menghilang seketika seolah takut padanya.

Ha Ni gugup.

"Aku mendengarnya. Kau bicara, berteriak, dan ... hantu? Aku dengar kata hantu. Kau bicara dengan hantu?" Ha El pura-pura kaget.

"Ha-Ha El-ah."

"Kau ...."

"Ha El-ah."

Akting yang luar biasa dari Ha El. Dia bertingkah seolah melihat hantu adalah hal yang tak lumrah baginya. Secara perlahan, dia menjauh dari Ha Ni. Mulai sekarang, Ha Ni adalah seorang yang tak lumrah. Ha El sudah memutuskan itu.

"Ha El-ah, aku bukan sesuatu yang sedang kau pikirkan. Apa pun, apa pun yang kau pikirkan, itu bukan. Aku juga tidak tahu. Semua terjadi setelah malam itu. Ya. Sebelum itu sesekali aku juga pernah melihat hantu, tapi tak sesering setelah malam itu."

"Malam ... itu?" Ha El ingin tahu lebih lagi.

"Hm. Di taman hiburan waktu itu."

"Saat itu kau melihat hantu?" Ha El tak sangka.

Dengan sesuatu tertahan di tenggorokan, Ha Ni mengiyakan.

Ha El terduduk syok, pura-pura.

"Ha El-ah!" Ha Ni terduduk juga di samping Ha El, menggenggam tangannya.

"Karena itukah malam itu kau begitu ketakutan? Kau ... melihat ... hantu? Hantu sungguhan? Bukan karena preman, tapi hantu? Kau melihat hantu?" Ha El benar-benar kaget, tapi bukan karena fakta Ha Ni bisa melihat hantu. Dia melepaskan genggaman tangan Ha Ni seolah jijik.

"Ha El-ah..."

Ha El mundur sambil bilang, "Kau menakutkan."

Ha Ni menggeleng. "Tidak, Ha El-ah. Aku tidak menakutkan. Aku juga ketakutan. Aku mohon. Aku tidak mau kau asingkan. Ha El-ah—”

Ha El menunduk dan menutup telinganya kuat-kuat. "Kau melihat hantu yang menakutkan. Kau menakutkan. Kau akan membawa pulang hantu yang menakutkan. Aku benci hantu. Aku BENCI hal yang menakutkan. Aku--"

“Tidak." Ha Ni memaksa Ha El melihat wajahnya. "Aku tidak akan membawa pulang hantu yang menakutkan. Aku tidak akan membiarkanmu ketakutan. Aku hanya akan ... ketakutan sendirian. Kau tidak perlu ikut merasa takut. Aku akan menghadapinya sendirian. Aku janji. Hm?"

Ha El mendongak padanya, dan Ha Ni mengangguk. Sekarang tangan Ha El sudah tak menutup telinganya lagi, tapi wajahnya masih agak pucat. Ha Ni memberinya pelukan.

Tak kusangka Ha El begitu ketakutan. Ya, beberapa menit saja. Apa yang bisa membedakan selain angka-angka yang dicatatkan? Siapa pun bisa menjadi kakak secara bergiliran. "Ha El-ah, sekarang akulah yang kakakmu."

Ha Ni-ya, apa yang harus ku lakukan? Apa yang harus kita lakukan? Sepertinya kita makin dekat pada garis yang ditakdirkan. Di antara kita, siapa yang lebih dekat pada kematian? Dan siapakah yang kakak?

YOU KNOW WHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang