09 - 2 : TIDUR BERJALAN

10 2 0
                                    

Ha Ni berjalan terlalu jauh jika hanya karena haus. Untuk apa dia keluar dari penginapan tanpa alas kaki dan penjaga? Ha Ni sendiri tak tahu akan ke mana.

Dari balik semak di kejauhan sana, Ha Ni seperti bicara. Seseorang keluar menghadapnya. Dia memiliki pedang di punggungnya. Seolah dia adalah pengawalnya, orang itu memimpin Ha Ni entah ke mana.

Sesuatu berbisik-bisik di sekitar mereka. Bisikan yang terdengar menyakitkan bagai jarum dari neraka. Bukan karena kata-katanya, tapi jenis suara yang hanya bisa didengar orang tertentu saja.

'Apa dia akan ke sana?'

'Orang itu membawanya. Tentu saja ke sana.'

'Tak mungkin. Kenapa dia mau saja?'

'Kenapa kau memanggilnya?'

'Aku diancam olehnya. Mau bagaimana?'

"Diam semua!!" kata orang yang bersenjata. Dia manusia. Manusia yang pernah bertemu dengan Ha Ni di bandara. Ha Ni mengenalinya.

Ha Ni tak tahu ini di mana. Gelap, dan bulan pun hampir tak terlihat. Pohon dan semak di mana-mana. Mereka di mana-mana, melihat padanya. Ini apa? Mimpi? Ha Ni baru sadar dan tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di sini.

"Ini bukan mimpi," kata Pria Berpedang.

Ha Ni tak bisa berkata-kata. Dia bukan mendengar dengan telinga. Matanya bukan hanya melihat kenampakan Pria Bersenjata itu, tapi juga suatu dunia di dalam dirinya. Rasanya seperti sedang ditelanjangi. Sebenarnya siapa dia?

"Kau ... cantik sekali, tapi kenapa kau melakukannya? Membuatku kecewa."

Gemetar menjalar. Dia tak bisa mengendalikan semuanya. Orang itu bertanya, tapi pertanyaannya itu sama sekali tak Ha Ni mengerti. Konsentrasi Ha Ni kacau, dan hantu-hantu mengoceh bising sekali.

"Diam semua!!!" Saat itu Ha Ni jatuh ke tanah. Dia tak peduli tanahnya basah. "Beraninya kalian bicara. Memangnya kalian punya hak apa? KALIAN TAHU APA?" Orang ini mengamuk pada mereka, membuat Ha Ni semakin berada dalam bahaya. Kini dia menatap padanya.

"Ha Ni-ssi, kenapa kau serahkan padanya? Seharusnya kau bisa langsung tahu apa maksudnya. Tidak?"

"A-apa? Apa yang kau bicarakan?"
Bahkan batinnya pun terbata-bata.

"Belati yang kuberikan padamu di bandara. Kenapa kau serahkan padanya?"

"Be-belati?"

“BELATINYA. Kau sungguh tidak tahu itu apa? Kau sungguh tidak tahu posisimu ada di mana? PINTU. Tugasmu adalah membukakan pintu untuknya!”

Setiap kali naik irama dan nada, Ha Ni makin gemetar dibuatnya. Seharusnya dia menutup mata dan telinga, tapi kelopak tak punya telinga untuk mendengar isi hatinya dan telinga tak punya kuasa untuk melakukan perintahnya. Ha Ni selalu terbaca olehnya.

"Kau masih belum mengerti juga?" Dia bersiap menarik pedang dari tutupnya. "Seharusnya kau tidak pernah ada di dunia. Tuanku membelah kalian menjadi dua. Supaya apa? Supaya dia bisa pisahkan kunci dan pintunya. Supaya dia bisa memiliki segalanya."

YOU KNOW WHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang