16 - 3 : HANYA MATA

8 2 0
                                    

Malam ini Ha El tidur di samping Ha Ni. Dia akan tetap di sini sampai Ha Ni sadar dan tahu bahwa dirinya adalah Ha Ni.

Dalam tidurnya, Ha Ni berlarian di dalam hutan yang sangat gelap. Entah siapa yang dia hindari, tapi rasanya menakutkan sekali. Ha Ni terus berlari hingga keringat keluar dari mimpi. Sesuatu pun menangkap pergelangan kakinya.

Saat itu napas Ha Ni tersendat, membuatnya keluar dari alam mimpi. Di sini juga ternyata gelap sekali. Bukan karena lampunya mati, tapi penutup mata ini. Ha Ni hendak melepasnya, tapi dia menyadari sesuatu tentang matanya. Dia tak bisa berkedip. Ada apa ini? Kenapa?

“Ha Ni-ya!”

Ah, itu Ha El.

“Ha Ni-ya, kau sudah sadar?”

Suara agak paraunya menjelaskan dia baru saja terbangun dari tidur.

“Ha Ni-ya?”

Ha El masih belum berani menyentuhnya, sedangkan Ha Ni berada dalam perjalanan mengingat runtutan kejadian tadi.

Ha El membuka pintu dan berlari, lalu mengibaskan belati ke hadapannya, melukai lengan kirinya. Tadi dan sekarang, perasaan kaget melebihi rasa sakitnya. Ha Ni mencari lengan kiri untuk melindungi diri. Dia duduk, bergeser menjauh dari Ha El yang terus memanggil namanya.

“Ha Ni-ya, kau kenapa?” Ha El hampir berhasil menyentuh tangan Ha Ni, tapi pemilik tangan menjauhkannya.

Ha El adalah kakaknya. Ha El mungkin adalah yang akan mengakhiri hidupnya. Sekarang dia percaya bahwa kutukan dan cerita itu adalah nyata. Ha El mungkin saja akan benar-benar membunuhnya.

“Ha Ni-ya.”

“Pe-pe-pergi! Jangan mendekat!”

“Ha Ni-ya.”

Air mata turun dari balik penutup mata Ha Ni. Ha El benar-benar khawatir, tapi apa yang bisa dia lakukan untuknya? Benar, memang dialah yang melukainya, tapi dia juga ingin tahu yang terjadi sebelumnya. Dan apakah Ha Ni bisa mengedipkan matanya?

“PERGI!!”

Ha El terpaksa menuruti keinginan adiknya. Dia pergi dari kamar ini, tapi tak akan meninggalkannya. Dia akan selalu ada di balik pintu kamar ini jika sewaktu-waktu Ha Ni membutuhkannya.

Sedangkan di dalam kamar, Ha Ni meratapi rasa perihnya mata yang tidak bisa dikedipkan. Dia berusaha menurunkan kelopak matanya dengan bantuan kedua tangannya, tapi tetap saja. Selain itu, kelebatan para hantu terus saja terlihat olehnya. Dia kesal, marah, dan frustrasi dibuatnya. Ha Ni memutuskan untuk mengikat lebih kuat penutup matanya, berharap itu bisa sedikit melenyapkan rasa perihnya.

Ha El mendengar semua rintihannya.

YOU KNOW WHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang