16 - 2 : PEMBEDA

8 2 0
                                    

Meski ini bukan rumahnya, tapi Ha Rang mengenal dengan baik setiap sudutnya. Ini adalah masa kecilnya, masa kecil mereka.

Di sudut itu biasanya mereka membuat berbagai bentukan dari tanah. Tak jauh dari sana, tadinya adalah berbagai macam herba seperti tomat, cabai, dan lainnya. Sesekali mereka memetik dan memakannya. Kemudian di atas bangku biasanya mereka mengerjakan tugas sekolah atau mendengarkan cerita Nenek Ha El, menyenangkan sekali rasanya. Oh! Dan dibalik kendi-kendi kimchi itu ada hantu nakal yang selalu mengganggu ketika bermain. Dia ingin diajak bermain juga katanya. Tak terasa, sekarang semuanya telah jauh berbeda.

Ha Rang menghampirinya, membawakan minuman hangat untuknya. Mereka duduk di bangku tanpa menaikan kedua kaki seperti saat kecil dulu. Kini kaki mereka telah cukup panjang untuk menginjak tanah di bawahnya.

Ha El meminumnya. “Terima kasih,” katanya.

“Kau sudah lebih baik sekarang?”

Ha El tak perlu menjawab pertanyaan itu..l

Hening sebentar.

“Oppa seorang dokter sekarang?” tanya Ha El.

“Kenapa kau bisa berpikir begitu?”

“Tadi aku sempat mengintip. Oppa menjahit luka Ha Ni.”

Ada sedikit senyum di bibirnya, tapi rasanya itu lebih seperti tawa. Menertawakan diri lebih tepatnya.

“Bukankah Oppa pernah bilang, meski ayah dan ibumu dokter Oppa tidak akan mau menjadi dokter. Takut tiba-tiba melihat hantu dari pasien yang meninggal karena gagal diobati. Sekarang sudah tak berpikir begitu lagi?"

Ha Rang mendesah berat. “Aku mempelajarinya. Hanya mempelajarinya. Mempelajari yang seperti itu tidak berarti aku ini dokter, kan?”

“Kenapa? Untuk apa mempelajarinya?"

“Seperti yang terjadi padamu sekarang, aku cukup sering mengalaminya. Tanpa sengaja melukai seseorang dengan belati. Karena itulah aku mempelajarinya.”

Ha El merasa buruk mendengar itu. Dia bukan siapa-siapa dibanding orang di sampingnya ini.

Ha Rang mengintip muka gadis di sampingnya. “Kenapa? Kau mau mempelajarinya juga?” dan langsung dijawab dengan gelengan kepala. Ha Rang terhibur karenanya.

“Terima kasih telah menyelamatkannya,” ucap Ha El tanpa melihat Ha Rang.

“Kau khawatir. Kukira kau hanya takut dituduh membunuh.”

Itu juga benar sih, tapi “Ha Ni saudaraku. Tentu saja aku khawatir. Bukankah sudah seharusnya begitu?”

Ha Rang mengangguk-angguk, tapi bukan tanda mengerti. “Oh, Ha Ni itu saudaramu. Wah, sepertinya persaudaraan kalian luar biasa sekali ya?” candanya.

“Cih, bicara apa sih?”

“Tapi Ha El-ah, bukankah kau bilang dia adalah kakakmu?” Ha Rang membuat Ha El merasa resah. “Dia adalah orang yang akan menghunus belati padamu. Kau tidak menyesal telah menyelamatkannya? Bukankah lebih baik dia tidak diselamatkan?”

Ha El gugup. Dia menjadi tak yakin atas tindakan yang telah dilakukannya.

“Kau menyesal?”

“Hm? Tidak mungkin. Kalau aku tidak menyelamatkannya, berarti akulah yang membunuhnya. Aku tidak akan hidup tenang setelah bersikap begitu terhadapnya, seperti nenekku.”

Ha Rang cukup puas mendengar penjelasan Ha El. “Ya, itu bagus. Aigoo, anak ini sudah beranjak dewasa rupanya.” Dia mengacak-acak rambut Ha El.

“Hentikan itu!” Ha El tidak suka.

Ha Rang segera menjauhkan tangannya. Dia agak takut dengan hardikan mata Ha El yang semacam itu.

“Ngomong-ngomong, Ha Ni itu mirip sekali denganmu.”

“Aih, dia kan saudara kembarku. Tentu saja kami mirip sekali.”

“Maksudku, apa tidak ada sesuatu yang bisa membedakan kalian? Misalnya tahi lalat atau sesuatu semacam itu? Tidak ada?” Ha Rang membuat Ha El berpikir.

“Entahlah. Selain cara berpakaian, kurasa ... entahlah, kami belum pernah mandi bersama.”

“Oh!” Ha Rang antusias mendengarkannya. Dia mengamati Ha El, berkali-kali dari kaki hingga kepala dan sebaliknya. Kemudian menutup mulutnya yang membentuk huruf O.

“Apa yang Oppa pikirkan?”

“Mandi bersama,” ucapnya dengan muka berseri-seri.

“Ah!” Ha El memeluk dirinya, lalu menyerang kepala Ha Rang dengan telapak tangannya.

Tak ada tanda yang membedakan mereka, tapi sekarang ada. Yaitu luka di lengan kiri Ha Ni.

YOU KNOW WHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang