8 : Pengasuh Dadakan (1)

3.1K 321 11
                                    

Meskipun masyarakat Jepang umumnya beragama Shinto dan anak-anak muda umumnya tak beragama, namun mahasiswa muslim di Universitas Tokyo dapat menjalankan ibadah dengan sangat baik di sini.

Para mahasiswa muslim ini menyewa rumah untuk melaksanakan ibadah shalat berjamaah lima waktu dan juga membuat kedai halal di lingkungan masjid.

Berkat rahmat Allah Swt dan kerja keras para mahasiswa muslim sejak beberapa tahun yang lalu, sekarang sebuah rumah telah mampu dibeli dan dijadikan masjid yang sangat representatif dan dinamai Masjid Al-Insan. Lokasinya satu pagar dengan Universitas Tokyo, sehingga aktivitas masjid berjalan dengan sangat baik. Shalat berjamaah lima waktu dan juga berbagai kegiatan lain.

"Kak Sakura, ada yang mencari kakak di depan."

Sakura yang tengah duduk dikursi panjang yang terdapat di halaman belakang masjid sejenak menghentikan kegiatan mencatatnya.

"Siapa?" Tanya Sakura pada gadis berhijab putih yang berdiri tak jauh darinya.

"Aku tidak tau. Tapi orang itu yang selalu bersama dengan kakak."

Sakura mengernyit, mencoba menerka siapa kiranya orang yang dimaksud oleh junior nya tersebut. "Baiklah, terimakasih Yuki-chan."

Gadis bernama Yuki tersebut mengangguk dan melangkah menghampiri teman-temannya yang tengah berdiskusi.

Sakura lekas membereskan barang-barang dan memasukkannya kedalam tas selempang. Gadis berniqab itu bangkit untuk menemui orang yang dimaksud juniornya tersebut.

"Ino?" Sakura kembali mengernyit begitu mendapati sahabatnya lah yang dimaksud oleh Yuki. "Ada apa? Kau bisa menelponku jika membutuhkan sesuatu."

"Bagaimana aku menghubungimu jika kau tidak membawa ponsel?" Gadis berambut pirang itu merogoh saku blazer nya untuk meraih sesuatu. "Ini."

"Ponselku, bagaimana bisa?" Sakura meraih benda persegi panjang dari tangan sahabatnya tersebut dalam diam.

"Tentu saja bisa. Kau menjatuhkan nya, dasar ceroboh." Ino menggelengkan kepalanya.

"Terimakasih, Ino. Untung kau yang menemukan ponselku." Sakura mendesah lega. Sedangkan Ino tampak meringis mendengar kalimat sahabatnya tersebut.

"Yasudah, aku kembali sekarang."

"Kau masih ada kelas?"

Ino mengangguk. "Begitulah. Jika aku terlambat sedikit saja, Dosen killer itu pasti akan langsung memberikan hukuman padaku." Gadis pirang itu bergidik membayangkan dosen titisan ular yang terkenal dengan kekejaman nya tersebut.

Sakura tersenyum. Namun seakan mengingat sesuatu, gadis itu berkata seraya menatap sahabatnya. "Ino, apa kau tau kalau Dosen baru yang kita bicarakan waktu itu adalah sepupumu sendiri?"

"Aku juga tidak menyangka. Sasuke berkata padaku dia hanya ada urusan disini ketika aku bertanya." Ino menggendikan bahunya. "Yasudah, aku pergi ya, Sakura."

Sakura mengangguk. "Jika kelasmu selesai, hubungi aku. Kita harus ke toko buku, kan?"

Ino mengangkat ibu jarinya sebagai respon, kemudian gadis bermata biru itu mulai berjalan menjauhi area masjid tersebut.

Setelah dirasa cukup jauh, Ino berhenti guna meraih ponsel miliknya untuk menghubungi seseorang.

Terdengar nada sambung sebelum orang disebrang sana menjawab panggilannya.

"Apa?"

"Aku sudah melakukan perintahmu."

"Hn."

Pip!

Ino menatap ponselnya tidak percaya begitu sambungan terputus begitu saja.

"Dia bahkan tidak mengucapkan terimakasih." Dengusnya jengkel.

"Dasar ayam kate menyebalkan."

*****

Sasuke mematikan mesin mobil sebelum pria itu keluar untuk memasuki rumah kedua orangtua nya. Hari pertamanya mengajar memang sampai tengah hari saja. Jika bukan karena mantan guru magang semasa SMA nya dulu yang terus merengek meminta bantuan pada dirinya, mana mau Sasuke repot-repot menjadi dosen dadakan seperti ini.

Beberapa saat yang lalu Ino menghubunginya dan mengatakan bahwa gadis itu sudah mengembalikan ponsel yang ia temukan pada pemiliknya. Syukurlah Sakura tidak bertanya lebih lanjut mengenai siapa orang yang menemukan ponselnya itu. Dan Sasuke berharap, Sakura tidak pernah tau bahwa ia sudah melihat rupa gadis itu secara tidak sengaja.

Pria itu terus berjalan hingga pekikan yang memekakkan telinga menggema keseluruh mension Uchiha yang megah.

"Paman Sasuke!"

Sasuke menghentikan langkahnya. Pria raven itu termangu menatap sosok anak kecil yang berlari kearah nya.

"Kenichi." Gumam pria itu.

Kenichi, bocah duplikat Itachi itu tersenyum polos seraya menatap paman tercintanya.

"Papa bilang, paman Sasuke akan membawaku jalan-jalan ke kebun binatang." Katanya penuh semangat.

'Kebohongan macam apa yang kau katakan pada anakmu ini, Itachi.'

"Dimana ayahmu?" Tanya Sasuke.

"Papa sudah pergi. Dia bilang selama papa dan mama tidak ada, paman Sasuke yang akan menjagaku." Ucap Kenichi dengan tangan yang sibuk memainkan miniatur bus kecil berwarna biru.

"Oh iya, papa juga menitipkan ini." Tangan kecil bocah berusia lima tahun itu menyerahkan sesuatu pada sang paman.

Sasuke meraih sebuah kertas yang terlipat dari tangan Kenichi kemudian membacanya dalam hati.

'Hallo adikku tercinta, jika kau membaca surat ini berarti aku sudah tidak berada di Jepang. Aku titip anakku yang tampan padamu ya. Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku. Aku tidak akan lama, minggu depan juga pulang. Aku sayang kalian. Dari kakakmu yang tampan, Itachi.'

Sasuke mengernyit jijik membaca kalimat terakhir Itachi. Pria itu menghela napas setelah melipat kembali kertas ditangan nya.

Bukankah dia sudah bilang pada Itachi kalau dirinya tidak bisa menjaga Kenichi? Lalu kenapa kakaknya itu justru membawa Kenichi kemari? Bahkan disaat kedua orang tua mereka tidak ada dirumah. Ah, mungkin Itachi tau jika ayah dan ibu mereka sedang ada diluar negeri. Jika tidak, mana berani kakaknya itu menginjakkan kaki dirumah ini?

Sasuke terdiam mengingat hubungan kedua orangtua nya yang kurang baik dengan sang kakak. Semenjak kakaknya menikah, hubungan mereka memang sedikit merenggang. Namun meskipun demikian, kedua orang tuanya begitu menyayangi Kenichi.

Terkadang Sasuke merasa kasihan pada kakaknya itu, hanya karena Itachi memilih sesuatu yang bertentangan dengan keinginan sang ayah, pria yang menjadi panutannya tersebut malah tersingkir dari rumahnya sendiri.

Sasuke jadi berpikir, jika ia melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Itachi, apakah ayahnya juga akan mengusir dirinya seperti pria paruh baya itu mengusir sang kakak?

"Paman Sasuke! Ayo kita pergi ke kebun binatang!"

Sasuke tersentak saat seseorang mengguncang tubuhnya. Kenichi terlihat merengut sebal karena pamannya ini malah asik melamun.

Sasuke kembali menghela napas, lebih panjang dari sebelumnya. Tidak cukupkah hari ini dirinya menjadi Dosen dadakan? Dan sekarang, ia harus menjadi pengasuh dadakan untuk keponakan nya ini?

Ya ampun, kenapa orang-orang disekitar nya ini begitu merepotkan?

"Mattaku..."

Bersambung ...

ANA UHIBBUKA FILLAH [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang