11 : Rasa

3.1K 327 4
                                    

Sakura POV

Aku tidak tahu bagaimana harus memulainya. Sebuah cerita yang sudah lama aku simpan, sebuah rasa yang sudah lama aku pendam. Mungkin aku keliru. Mungkin aku salah, tapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Yang kutahu, dia selalu hadir dalam pikiranku sejak pertama kali dia menyapaku. Dan sejak saat itu, wajahnya adalah apa yang selalu aku lihat setiap kali aku menutup mataku, dan bayangannya adalah apa yang selalu aku temukan setiap kali aku membuka mata.

Aku tau ini salah. Tidak sepantasnya aku memiliki perasaan seperti itu pada orang yang tidak halal bagiku.

Aku ingin meninggalkan perasaan ini, membuangnya lalu menguburnya di kedalaman tanah yang tak terhingga. Aku ingin kembali kepada masa dimana aku belum mengenalnya. Aku ingin mengubah waktu agar aku tidak pernah mengenalnya, mengaguminya dan -mungkin- mencintainya. Aku ingin, tapi aku tidak bisa.

Karena cinta datang dengan begitu hormat, begitu suci, jadi tidak adil rasanya jika harus mengusirnya pergi.

Jatuh cinta memang tidak berdosa, ini manusiawi, siapa saja bisa merasakan dan mengalaminya. Tapi bagaimana jika jatuh cinta pada orang yang tidak tepat? Pada orang yang kau sendiri tau tidak akan mungkin bisa bersamanya.

Drrtt .. Drrtt ...

Aku tersentak saat ponselku yang tergeletak di atas meja bergetar. Kuraih benda persegi panjang itu, dan aku mendapati nama orang yang amat kurindukan. Dengan senyuman yang tersemat di bibirku, kutekan warna hijau pada layar untuk menjawab panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah. Bagaimana kabarmu, Sakura?"

"Alhamdulillah baik. Kakak bagaimana? Ibu dan ayah baik-baik saja kan disana?" Tanyaku pada orang diseberang telepon yang tidak lain adalah kakak laki-lakiku, Haruno Sasori.

"Alhamdulillah, kami juga baik-baik saja disini. Bagaimana kuliahmu?"

"Alhamdulillah semuanya lancar."

"Liburan nanti kau pulang kan?"

"Aku tidak tau kak. Jadwal pekerjaanku sedang padat."

"Pekerjaan? Kau bekerja?"

Aku meringis mendengar pertanyaan Sasori-nii. Aku lupa kalau aku belum memberitahunya bahwa aku bekerja disela waktu kuliahku. Aku harap dia, ayah dan ibu tidak marah ketika mengetahuinya.

"Err, iya kak. Aku bekerja di perusahaan sepupu temanku." Ucapku pelan.

"Kenapa tidak memberitahuku?"

"Ini aku sedang memberitahumu."

Kudengar Sasori-nii menghela napas di seberang telepon.

"Kenapa tidak memberitahuku dari awal?"

"Aku takut kau melarangku."

"Tentu saja aku akan melarangmu. Bagaimana jika kuliahmu terganggu?"

Sudah kuduga, dia pasti marah.

"Tapi kuliahku baik-baik saja kak. Kalian tidak perlu khawatir."

"Baiklah." Sasori-nii kembali menghela napas. "Kau sedang apa?"

"Aku sedang merindukanmu."

"Apa kau sedang menggombaliku?"

"Aku serius kak. Aku merindukanmu, ayah dan juga ibu."

Sasori-nii terkekeh. "Kami juga merindukanmu, Sakura. Bahkan anak-anak juga rindu padamu."

"Benarkah? Ah, aku jadi ingin pulang."

ANA UHIBBUKA FILLAH [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang