Aku melirik ke depan. Di sana, tepat di depan sana, seorang lelaki duduk dengan gagahnya.
Jeon Jungkook.
Dia pria itu. Datang ke rumahku dengan berani dan langsung melamarku.
Ya, melamarku.
Kalau boleh jujur, aku tidak terlalu kaget dengan semua ini. Aku tahu aku akan dijodohkan dengan Jungkook bahkan sejak diriku masih duduk di bangku sekolah menengah. Untuk kau ketahui saja, ini memang sudah jadi kesepakatan di antara keluarga kami.
Jungkook datang kemari hanya sebagai formalitas. Jelas, pria itu adalah pria yang di besarkan dengan didikan bak anggota kerajaan. Oke, aku terlalu melebihkan untuk yang satu itu. Tapi memang Jungkook adalah tipe pria berwibawa tinggi dengan kepercayaan diri yang cukup.
"Jadi, kapan bagusnya untuk melaksanakan pernikahan?" Ayahku bertanya dengan nada setenang air. Ia benar-benar seperti tidak merasa bahwa keputusan yang akan diambil bisa berdampak sangat besar pada kehidupan putrinya.
"Dua minggu lagi sepertinya waktu yang cukup baik. Namjoon akan pulang seminggu lagi, kan?" ujar ayah Jungkook.
"Itu bagus. Aku setuju."
Huftt... sepertinya ayahku memang tidak berpikir jika aku adalah putrinya. Bukankah harusnya ia bertanya kepadaku dulu? Aku yang akan menikah di sini, bukan?
Kadang aku bingung, mengapa saat anak-anak menikah, orang tua mereka bahkan lebih antusias daripada si anak sendiri.
"Jadi pernikahannya benar-benar akan dilakukan di gedung saja? Kenapa tidak di rumah?" tanya ayahku.
"Kupikir gedung akan lebih baik." Setelah sekian lama, Jungkook akhirnya buka suara. "Kita tidak perlu repot menyingkirkan barang-barang. Kupikir itu akan lebih efisien, Paman."
"Ah, baiklah jika itu maumu."
"Ah iya, satu lagi. Aku tidak mau kalian berdua sampai mengeluarkan uang sepeserpun untuk pernikahanku. Aku yang akan menanggungnya sendiri," kata Jungkook.
Gila. Dia serius?
"Kau serius, Jungkook?" ujar ayahku dengan nada sedikit terkejut. "Biayanya akan sangat banyak."
"Paman Jeon benar, Nak. Kau serius?" Kali ini ayah Jungkook buka suara.
Jungkook mengangguk. "Tentu saja. Aku sudah menyanggupi untuk menikahi putrimu, Paman. Jelas aku akan bertanggung jawab penuh atas dirinya."
Aku hanya diam mendengarkan. Kupikir Jungkook adalah tipe pria yang benar-benar bisa diandalkan.
"Dan lagi," Dia melanjutkan. "Aku juga sudah menabung selama ini. Uangku cukup untuk biaya pernikahan dan bahkan kehidupan kami mendatang. Aku sudah punya rumah dan pekerjaan tetap. Bukankah itu cukup?" Jungkook mengatakan itu semua dengan wajah yang datar. Kupikir ia mungkin tak punya ekspresi lain selain wajah datar itu.
Ayahku tertawa. Entah apa yang lucu di sini, tapi dia sungguh tertawa dengan kencang. Aku berdoa semoga ayahku tidak gila karena akan ditinggal menikah oleh putrinya.
"Kau memang lucu, Jungkook." Ayahku mengusap matanya yang bahkan telah berair karena tertawa terbahak-bahak. "Aku jelas tidak akan mempermasalahkan tentang kemapananmu. Aku juga sudah berpikir jutaan kali sebelum menyerahkan putriku kepadamu. Dia permataku yang berharga. Tak mungkin kuberikan kepada sembarang pria." Ayahku melirikku dan tersenyum kecil sebelum melanjutkan, "Aku hanya ingin mengambil sedikit bagian di hari bahagia putriku. Aku juga sudah menabung untuk pernikahannya, ngomong-ngomong. Tapi jika kau memang ingin menanggung semua sendiri, maka aku tidak akan menolak."
Aku melihat ayah Jungkook yang tersenyum lalu menepuk pelan pundak putranya. "Baguslah, Jeon Jungkook. Seperti yang sudah kuharapkan darimu."
Oke, jadi selama hampir satu jam pertemuan keluarga itu, aku benar-benar tidak bisa mengeluarkan pendapatku. Sungguh, tiga orang lelaki di sekelilingku punya aura dominasi yang terlalu, apalagi Jeon Jungkook yang notabenenya adalah calon suamiku sendiri. Auranya terlalu kuat, aku merasa sangat kecil saat ia menatapku.
Aku hanya bisa mengeluarkan suara seadanya jika ditanya. Itu pun hanya menjawab 'ya', 'tidak', 'terima kasih', 'tentu saja', hanya berputar-putar pada empat kata itu.
Aku menyesali ibuku yang memilih untuk pergi mencari gaun bersama dengan ibu Jungkook. Teganya dia meninggalkanku dalam suasana tegang seperti ini. Sumpah, rasanya untuk menarik napas pun aku harus sangat berhati-hati.
Aku benar-benar ingin keluar dari situasi ini, seseorang tolong aku!
Mataku dan Jungkook untuk kesekian kalinya, dan kali ini aku sama sekali tidak punya kesempatan untuk memutus pandangan. Mata hitam sekelam langit malam itu, seakan menyedotku ke dalamnya. Seperti black hole yang tidak bisa dihindari oleh apapun.
Jungkook menyunggingkan senyuman tipis. Sangat tipis sampai aku mungkin tidak akan melihat hal itu jika tidak memperhatikannya seperti ini.
"Jadi semua sudah diputuskan," ujar ayahku. Dia tersenyum lebar.
Aku tidak terlalu memperhatikan--atau memang sama sekali tak memperhatikan--apa yang sedari tadi dibicarakan ayahku dan ayah Jungkook. Karenanya, aku hanya bisa membalas senyuman ayahku dengan senyum kecil.
"Kita akan melangsungkan pernikahannya minggu depan!" ujar ayah Jungkook semangat.
Oh, tenyata hanya tentang pernikahanku minggu depan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.APA? MINGGU DEPAN?!! []
***
Hai, hai, hai!!
Yo yang ulala cetar membahana ini kambek dengan cerita baru lagi. Kali ini janji anti unpub2 klub 😀Jadi siapa yang kangen sama Abang Jungkook kita?
Akhirnya Jungkook main epep lagi, sodara2. Kuki bosen jadi cameo melulu, hiks! :">
Sok, atuh dibaca, jangan lupa tinggalkan voment ya...

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mr. Jeon
Fiksi Penggemar"Because she thought that she was nothing even though she was something." Kadang, Nara bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana dia bisa menikah dengan pria sekeren Jeon Jungkook? Apa yang Jungkook lihat dari gadis biasa-biasa saja sepertinya? Namun...