Hari ini aku mulai masuk sekolah setelah 4 hari izin tidak masuk. Papah mengantarkanku dengan mobil hingga depan gerbang sekolah SDN perjuangan, tempat aku menimba ilmu selama 6 tahun.
"Belajar yang rajin, jadi anak yang pintar ya, sayang," ujar Papah sembari mengecup keningku yang tertutup oleh poni.
Aku mengangguk seraya menyalimi Papah. Aku keluar dari mobil dan melambaikan tangan pada Papah yang mulai menjalani mobilnya.
"Dir," panggil seorang anak perempuan yang ternyata adalah Elsa.
Elsa adalah temanku sejak duduk di Taman kanak-kanak. Sedikit tomboy dan pemberani. Rambutnya dikuncir kuda. Dia menampakkan senyum cerahnya.
"Apa kabar? Bagaimana keadaan kakakmu?" Tanyanya dengan antusias.
"Baik. Dia pindah ke Belanda," ujarku memaksakan senyum.
Ia diam. Mungkin takut salah mengucapkan kalimat.
"Jauhi aku, Elsa." Kalimat itu berhasil mencelos begitu saja entah dorongan darimana.
Dia terlihat terheran-heran dengan pernyataanku.
"Ada apa, Dir? Bukannya kita berteman sudah lama sekali?" Tanyanya dengan mengernyitkan dahinya.
"Kau pasti takkan mau berteman lagi denganku jika tau apa yang terjadi padaku," ujarku sembari memaksakan untuk tersenyum lagi.
Elsa menggeleng.
"Aku temanmu, Dira. Bahkan aku sahabatmu. Aku tetap akan disini. Apa pun yang terjadi padamu," ujarnya sembari mengangguk-angguk, berusaha untuk meyakinkanku.
Aku terdiam sejenak.
"Percayakan padaku, Dira," ujarnya sembari memahat sebuah senyum indah.
"Baiklah. Aku sekarang adalah indigo, Elsa," ujarku yang langsung dihadiahi tatapan kaget dari dirinya.
"Kau bercanda kan, Dira?" Tanyanya sembari memegang erat tanganku.
"Aku serius," ujarku.
Tanpa diduga, dia tersenyum sumringah ke arahku.
"Aku akan setia berteman denganmu! Aku menyukai hal mistis, Dira. Percayalah, aku pun ingin sekali mempunyai kemampuan sama sepertimu," ujarnya tanpa sedikitpun rasa risih.
"Itu benar-benar menyiksa, Elsa," ujarku sembari menunduk.
"Aku akan berada dipihakmu, melindungimu dan membantumu," ujarnya.
Aku tersenyum ke arahnya.
"Ayo pergi ke kelas," ajaknya sembari menggandengku.
Aku mengangguk.
"Dira." Bisikan asing kini terdengar di telingaku.
Aku berhenti sebentar. Menoleh ke arah toko beras yang ada di depan sekolahku. Ada makhluk hitam legam yang sedang melambaikan tangan ke arahku. Ia seperti menebarkan sesuatu ke tempat penampungan beras.
Sejurus kemudian ada beberapa ibu-ibu yang langsung menghampiri toko itu. Setelah beras ditakar, makhluk menyeramkan itu mengurangi takaran berasnya. Dia tersenyum menyeringai ke arahku.
"Dira!" Panggilan Elsa mulai menyadarkanku.
"Astaghfirullah, kamu kenapa?" Tanyanya dengan sedikit menghentakkan bahuku.
Aku menggeleng.
"Ceritakan saja, Dira," ujar Elsa meyakinkan.
Aku mendekatkan mulutku ke telinganya. Membisikkan hal yang baru saja kulihat tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Mereka ✔
HorrorRevisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dalam hati di tengah gelapnya ruangan kamarku. Aku hanya bisa bersembunyi di balik selimut dengan perasaan campur aduk. "Aku tahu kamu dapat m...