Ending?

2.9K 285 0
                                    

"Dira, sekolahnya yang rajin! Jangan kebanyakan main. Kakak pasti bakal kangen kamu." Pagi tadi Kak Kenan dengan segala pendiriannya ingin sekali memyiapkan segala-galanya untukku ke sekolah. Bahkan rambutku saja sampai disisirkan olehnya.

Ia tersenyum ke arahku sembari menyelipkan poniku di telinga. Padahal suasana di gerbang sedang ramai-ramainya. Kalau orang tidak tau, mungkin kami akan dikira sebagai orang pacaran.

"Siap, Pak Bos yang lebay!" Aku terkekeh sambil terkekeh.

"Ya sudah sana masuk!" Ia mulai menyalakan motornya kembali.

"Assalamualaikum," salamnya.

"Waalaikumussalam. Hati-hati, Kak!" Aku memahat sebuah senyum sembari melambaikan tangan.

Setelah Kak Kenan hilang dari pandangan, langkah kakiku mulai bergerak ringan ke arah kelas. Namun, seperti ada yang membisikkan ke telingaku kalau ada yang mengikutiku dari belakang.

Setiap aku menoleh, tak ada siapapun di sana. Lanjut jalan, bisikan itu datang lagi. Aku menoleh, tidak ada siapapun. Begitu berulang-ulang.

"Dir!"

"Astaghfirullah!" Aku langsung terkejut dengan tangan yang sudah siap untuk memukul orang tersebut.

"Wes, loh, loh! Kenapa, nih? Pagi-pagi udah kesurupan aja?" Paul yang melihat gayaku itu malah cekikikan.

"Aih! Gua kira siapa. Dari tadi kayak ada bisikan di telinga gua, Ul!" Ucapanku itu langsung membuatnya mendekat.

"Bisikan? Bisikan apa? Bisikan mereka?" tanyanya dengan tampang bingung.

"Ya terserah mau nyebut apa. Intinya memang itu! Dia tuh kayak bisikin kalau ada orang yang ngikutin gua dari belakang! Emang, sih, gua agak ngerasa gitu, tapi anehnya pas nengok ke belakang, enggak ada siapa-siapa. Serem, 'kan?" jelasku sembari berjalan berdampingan ke arah kelas bersamanya.

"Lah, gimana ceritanya? Si Muhzeo kan udah disuruh buat jaga lo. Kenapa lo enggak bareng dia hari ini? Kalau lo kenapa-kenapa, gimana? Tau sendiri kan lo itu kayak lagi diincar, Dira!" Paul merangkulku dengan santai.

Aku menepisnya dengan kasar. "Apa, sih, segala ngerangkul!" Pelototanku tertuju ke arahnya.

"Ya enggak apa-apa. Kan buat jaga lo. Nanti kalau sampai lo kenapa-kenapa, kan bahaya, Dira!" Terlihat senyumnya seperti orang yang tengah meledek.

"Nah, silakan masuk permaisurinya Kakanda Muhzeo." Ia terkekeh sembari memperagakan prajurit yang menyuruh Putri Raja untuk turun dari kereta kuda.

"Sekarepmu, lah!" Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil terkekeh. Sedikit guyonan kecil sebelum masuk kelas.

"Hai!" Sapaan Elsa terlihat sangat ceria pagi ini.

"Temenin aku ke toilet, yuk!" Aku melongo ke arahnya. Baru saja aku datang. Bahkan belum sempat menaruh tas. Kini ia sudah mengajakku ke toilet sekolah.

Karena sedikit iba dengan raut memohonnya. Aku hanya bisa mengangguk sembari mengikutinya dari belakang.

Rutinitas perempuan adalah ketika temannya yang satu tengah berada di dalam kamar mandi, maka teman lainnya menunggu di luar. Ya, seperti itulah yang kini kurasakan. Namun, bukan itu yang jadi persoalannya. Aku sedikit dikejutkan ketika terdengar suara jeritan seseorang dari belakang kamar mandi. Lebih tepatnya sebuah taman kecil.

Aku melongok sebentar dan mendapati Kak Rivo yang sedang menjerit-jerit melihat bangkai tikus mati yang berada dihadapannya.

Tikus? Bukankah dia tidak takut tikus?

Bisikan Mereka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang