A Mystery

3.2K 287 0
                                    

"KAKAK JELEK KENAPA GAK BANGUNIN AKU!" Teriakan ku menggema hampir ke seluruh ruangan.

Setelah tiga minggu lamanya berada di Negeri Kincir, akhirnya kami dapat pulang ke tanah air kembali. Tentunya tak lupa juga dengan kak Kenan yang mulai berusaha melupakan masa lalu. Kehadirannya di tengah-tengah keluarga kami, menambahkan penghangat dalam setiap kerinduan.

"Memangnya kamu sekolah?" Suara ledekan dari mulutnya berhasil membuatku bertambah kesal.

"KAKAK!" Tanganku dengan ringan memukul lengannya dan spontan berlari menuju ke luar rumah.

"Mau diantar, enggak?" teriaknya dari dalam.

"Enggak usah, Kak. Sudah ada teman yang jemput," sahutku langsung tersenyum ke arah Muhzeo yang sepertinya sudah agak lama menunggu di depan motor.

"Aduh, lama, ya? Kita telat, enggak?" Netraku terarah pada jam tangan hijau tosca di tangan.

"Loh, jam tangan gua kenapa?" Mataku terbelalak dan berusaha menyeting jam tangan. Barangkali hanya sedikit tergeser atau bagaimana.

"OH IYA, DIRA! TADI KAKAK ENGGAK SENGAJA NYENGGOL JAM KAMU SAMPAI JATUH KE GELAS MINUM. DITARUHNYA SEMBARANGAN, SIH," teriak KAK Kenan dari dalam.

Aku melotot tajam. "Astaghfirullah,jam tangan kesayanganku!"

"Eh, Dir!" Muhzeo menahan tanganku yang hendak masuk kembali ke dalam rumah untuk memaki-maki Kak Kenan.

"Jangan sekarang berantemnya, ya! Kita makin telat nanti, loh!" Tangannya menyodorkan ponsel ke arahku.

Mataku terbelalak ketika melihat jam telah menunjukkan pukul 06.48.

"Ze! Tinggal 12 menit lagi!" Badanku sudah panas dingin dan mulai kalang kabut. Tubuhku spontan naik ke atas motornya.

"Ayo, fast!" Tanganku mendorong-dorong tubuhnya untuk segera melakukan motor.

"I–iya, sabar." Ia pun menyalakan motor dan langsung melaju dengan cepat.

👀

"Tuh, kan gerbangnya sudah ditutup!" Aku sedikit takut melihat pintu gerbang yang telah terkunci dengan rapat. Sepertinya ini pertama kali kulihat pemandangan yang begitu asing semasa duduk di SMA. Ya, aku adalah siswa yang sangat disiplin dan tepat waktu. Seharusnya kejadian seperti ini tidak terjadi.

Anehnya ... Muhzeo hanya menggeleng dan menampilkan senyum simpulnya. "Pak!" Muhzeo melambaikan tangannya ke arah penjaga sekolah.

Sosok lelaki paruh baya itu menghampirinya. "Loh, Mas Zeo? Kenapa bisa telat, Mass?" tanyanya alih-alih membukakan pintu gerbang.

"Nunggu perempuan dandan ternyata lama, ya, Pak?" Tatapan mata Muhzeo tertuju padaku dengan kekehan kecil.

Penjaga sekolah yang kuketahui bernama Pak Tejo itu ikut tersenyum. "Enak aja! Tadi gua telat bangun tau!" belaku kesal.

"Aduh, ini pacarnya, toh, Mas?" Pak Tejo tersenyum ramah ke arah kami.

Aku membalas senyumnya dengan kaku dan melirik ke arah Muhzeo, masih dengan tatapan yang sedikit kesal.

"Proses, Pak! Doakan saja." Ucapan Muhzeo yang diselingi dengan cengiran itu membuatku melotot tajam.

"E–eh, enggak benar itu, Pak!" bantahku sambil menjewer telinganya.

"Auh, santai aja kali." Bukannya berhenti, ia malah semakin mengencangkan tawanya.

"Aduh, Mbak, Mas, sudah bercandanya, ya. Keburu ada guru piket lewat. Nanti habis kalian berdua kena hukuman, loh! Lebih baik langsung lari saja, ya! Tapi lain kali jangan telat, ya." Pak Tejo menutup pintu gerbangnya kembali.

Bisikan Mereka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang