Menuju Cahaya?

2.9K 277 3
                                    

🔙

"Aku tahu bagaimana rasanya jika sahabatmu sedang berada pada ujung sakaratul maut. Aku akan selalu menguatkanmu, Elsa. Anggaplah aku temanmu jika memang aku tak pantas jadi sahabatmu." Dahlia berusaha menguatkan Elsa kembali dengan sebuah pelukan sederhana.

"Terima kasih, Dahlia. Aku minta maaf karena aku sudah berlaku buruk padamu."

Ceklek ....

⬇️

"Elsa, Dahlia, Dira sekarang ...." Mata Violin sudah nampak sembap dan memerah. Ia menatap kedua teman Dira itu dengan tatapan sedih.

"Dira kenapa Tante?!" tanya mereka berdua yang langsung bingung seketika.

Bedanya adalah kalau Dahlia dapat mengontrol emosinya dengan baik. Sedangkan Elsa sudah berwajah panik dan menangis kembali.

"Dira kejang-kejang semenjak dibacakan doa oleh kyai. Dia terus memanggil nama Dahlia. Kata paman, Dira sedang kemasukan arwah Hila." Ungkapan dari Violin membuat dua gadis itu terkejut dan langsung lari menuju ke dalam ruangan.

Mereka berdua sedikit terkejut dan kalut saat mendapati Dira yang memegang lehernya karena kesakitan. Dahlia membenci situasi ketika orang mengalami kesurupan. Karena bagi pemikirannya–dilihat dari segi kepolisian–, hal aneh tersebut seharusnya tidak terjadi. Karena jelas yang mati akan tetap mati, dan yang hidup masih berkesempatan untuk bebas. Baginya tak ada arwah gentayangan. Itu semua hanya jin yang berpura-pura menyamar menjadi orang yang baru meninggal.

Tapi apa boleh buat. Kalau dia membiarkan jin itu di dalam tubuh Dira, otomatis Dira yang akan terkena bahaya. Walaupun ia tau, kalau yang ada di tubuh Dira kemungkinan besarnya bukanlah arwah Hila.

"Siapapun lo gua mohom keluarlah dari tubuh Dira!" teriak Dahlia dengan tangis yang langsung pecah. Sepertinya ia juga sudah terlihat lelah karena belum beristirahat lebih setelah melaksanakan tugasnya.

"Maaf, Dahlia. Aku hanya ingin berterima kasih padamu. Tanpamu, pasti akan terjadi sesuatu pada Dira. Terima kasih banyak," arwah Hila tersenyum.

"Ya sama-sama. Sekarang kamu bisa tenang. Karena sudah tidak akan ada lagi yang mencari tumbal untuk ritual pemujaan Iblis." Dahlia mengusap air matanya. Walaupun otaknya berpikir bahwa sosok itu bukan Hila, tetapi hatinya menyatakan kalau itu Hila. Saudari yang sangat disayanginya.

"Selamat tinggal, Dahlia. Semoga kita bertemu di surga nanti." Ucapan Hila berhasil membuat Dahlia menangis kencang. Batin manusia memang tidak akan pernah ada yang tau.

Pak ustadz dan kyai mulai membacakan doa-doa agar arwah Hila dapat tenang dan kembali ke alamnya dengan selamat.

"Bismillah .... AllahuAkbar!"

Zleb ....

Dira kembali tak sadarkan diri. Tubuhnya jatuh dengan sangat keras ke tempat tidur.

"Dokter tolong cek!" perintah sang kyai yang langsung ditanggapi dengan anggukan dari sang dokter.

Sang dokter bersama satu suster segera mengecek keadaan Dira selama beberapa menit. "Alhamdulillah, pasien sudah melewati masa kritisnya. Kita tinggal tunggu dia sadar. Tolong nyalakan bel jika pasien sudah sadar total, ya. Kami permisi dulu."

Ucapan melegakan dari dokter tersebut membuat semua yang berada di dalam ruangan mengucap syukur sebanyak mungkin. Mereka terus berharap akan ada mukjizat lain bagi kesembuhan Dira yang sulit diprediksi oleh akal manusia lebih lanjut.

Elsa langsung memeluk Dira dan menangis di tempat. Hatinya benar-benar sakit saat melihat separuh jiwanya terbaring lemas dan tidak sadarkan diri. Tiba-tiba sajaemori kenangannya semasa TK kembali berputar.

Bisikan Mereka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang