Author Pov's.
"Kenapa kamu tidak temani Dira tadi malam? Kan Omah suruh kamu jaga Dira baik-baik!" Bentakan Omah terdengar cukup kasar. Ia juga mendorong bahu Abigail hingga suasana terkesan sangat alot.
"Maafin Gail, omah, hiks .... " Abigail terlihat tertunduk dengan perasaaan bersalah yang menyelimuti hatinya.
"Bu, sudah. Tidak apa-apa. Jangan marahi Abigail terus, ya. Ini semua sudah takdir." Sofyan berusaha menenangkan ibunya. Dielusnya pundak sang ibu agar suasana tidak semakin memanas.
Omah terlihat terpukul ketika mengetahui cucu perempuan satu-satunya itu tergeletak bersimbah darah di bawah anak tangga. Ia kalut dan sempat pingsan melihatnya.
"Assalamualaikum." Salam dari seseorang membuat semua orang menoleh. Setelah mengetahui keadaan Dira, Paman langsung terbang dari Jakarta menuju ke sini.
"Sudah saya duga. Ini pasti terjadi." Ucapannya yang memang sering terkesan misterius itu langsung membuat Sofyan menoleh.
"Kenapa kau bisa bilang seperti itu?" Sofyan bertanya pada kakak iparnya itu dengan penuh rasa penasaran.
Paman tersenyum sembari menghela napasnya. "Ketika kau pergi waktu itu, aku bermimpi akan ada sesuatu yang terjadi nantinya. Aku ingin menghubungimu agar lebih berhati-hati, tetapi ponselmu tidak bisa dihubungi. Dan ternyata, feeling dari mimpi buruk itu benar-benar terjadi." Paman terlihat mengusap wajahnya dengan agak kasar.
Jelas saja semua nampak tak tega saat melih sosok ceria seorangDira terbaring lemah tak berdaya dengan balutan alat-alat rumah sakit.
"Tante, bagaimana keadaan Dira?" Sahabat terdekat Dira datang bersamaan dengan teman-temannya yang lain. Ya, The Genk of Pembasmi Syaiton. Setelah mengetahui keadaan Dira yang sepertinya mengalami cedera serius, mereka langsung datang menggunakan pesawat walaupun dengan biaya seadanya.
Wajah Elsa nampak panik. Violin memeluknya dengan erat. Tangis Elsa seketika pecah saat netranya jatuh pada pemandangan sahabat yang tengah tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit.
"Dira belum sadarkan diri, Elsa. Dokter masih berusaha menanganinya." Dengan penuh kelembutan, Violin mengelus puncak kepala Elsa dengan sedikit tangisan yang ke luar dari matanya.
Beliau sangat tau kalau Elsa merupakan teman dekat dari anak semata wayangnya itu. Sedari kecil, mereka sulit dipisahkan hampir seperti permen karet. Mungkin waktu SMP saja mereka sempat agak jauh karena Ayah Elsa yang memutuskan untuk pindah ke luar kota.
Muhzeo terlihat terpukul. Baru saja kemarin ia dan teman-temannya melakukan video call dengan Dira dalam keadaan yang masih sehat. Sejarang ia tak sedikit pun percaya kalau yang terbaring di atas ranjang yang sama sekali tak empuk itu adalah Dira.
Paul dan Hilmi juga terlihat murung dan berdoa. Tak ada yang berani bersua untuk saat ini.
"Keluarga Nadira?" Suara tegas dari seorang berpakaian serba putih membuat kami langsung berlari mendekat.
Sofyan mengambil alih di dekat lelaki tersebut. "Saya papahnya dan ini mamahnya." Dari cara bicaranya, tampak ketegangan menunggu hasil pemeriksaan dokter itu. Pasalnya semua agak heran saat lebih dari setengah hari Dira belum diperbolehkan untuk dijenguk. Apakah separah itu?
"Dira mengalami patah tulang di bagian kakinya. Kepalanya mengalami pendarahan hebat yang menyebabkan ia geger otak ringan. Namun, jangan menyepelekan geger otak ini. Akibat yang dirasakan adalah pusing yang tak kenal tempat maupun waktu. Efek lainnya adalah mimisan secara tiba-tiba. Sejauh ini, bagian tubuh lain masih menjalani serangkaian pemeriksaan. Dimohon kehadirannya tidak mengganggu pasien." Keterangan dari sang dokter membuat semua yang ada di sana nampak cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Mereka ✔
رعبRevisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dalam hati di tengah gelapnya ruangan kamarku. Aku hanya bisa bersembunyi di balik selimut dengan perasaan campur aduk. "Aku tahu kamu dapat m...