Warning!!!
Jangan lupa vote sebelum membaca. Jika kamu menghargai orang lain, maka orang lain akan kembali menghargaimu. Selamat membaca🌻Stop!
Dengan membaca cerita ini, secara resmi kamu akan menjadi bagian dari Readerswey 💚. Wah, apa, tuh, Readerswey? Jadi Readerswey adalah sebutanku untuk para pembaca Wattpad ceritaku yang manapun (khusus untuk pembacaku saja, ya, hehe). Selamat bergabung dan salam kenal! Jangan lupa aktif untuk comment. InsyaaAllah, aku tidak akan ngartis, kok! Love you, Readerswey-ku 💚.
Oh iya, prolog awalnya memang biasa dan terkesan monoton, tapi jika kamu membaca chapter selanjutnya, jaminan candu InsyaaAllah akan langsung melekat. Tidak percaya? Mari coba untuk membaca!
🦉👀🦉
"Hai, Namaku Nadira Roro Lespati!" Aku gugup setengah mati saat Bu Anita menyuruhku untuk memperkenalkan diri secara lengkap di depan kelas. Seperti kegiatan awal ketika sudah duduk di kelas baru. Ya, kenaikan kelas tiga!
Bu Anita menatap mataku sembari tersenyum, sebuah artian untuk membuatku melanjutkan pembicaraannya. "Eum, kalian boleh memanggilku dengan sebutan Dira. Umurku sembilan tahun. Aku mempunyai seorang ibu, ayah, dan kakak laki-laki." Kakiku gemetar hebat. Bu Anita benar-benar tak mengerti akan rasa nervous yang kualami ini.
"I–ibuku bernama Violin Reinayu, seorang perempuan asal Belanda yang awalnya bekerja sebagai dokter bedah jantung." Aku menoleh ke atas langit-langit kelas yang tak pernah terlihat kotor.
"Papahku bernama Sofyan Wicaksono, seorang pakar psikiater yang sering bertugas ke luar negri. O–oh iya, aku mempunyai Kakak yang sangat menyayangiku. Dia bernama Kenan Winto. Sama sepertiku yang berasal dari keturunan Indonesia-Belanda. Umur kami berselang sekitar dua tahun."
Kugigit bibir bawah sembari menggenggam tangan erat-erat. "Mungkin itu saja yang bisa aku sampaikan. Salam kenal, se–semua!"
Aku menoleh ke arah Bu Anita yang tersenyum bangga ke arahku. Ia pun menyuruhku duduk, masih dengan kaki yang cukup gemetar.
"Begitulah sekiranya perkenalan diriku di depan kelas tadi, Kak." Aku memakan es pisang ijo yang ditawarkan oleh Kak Kenan. Ia terlihat tersenyum sembari mangut-mangut.
"Kenapa tidak kau deskripsikan diriku dengan kata tampan, pintar, dan juga baik hati?" tanyanya sembari fokus ke layar televisi.
Aku menoleh ke arahnya. "Memang yang mau berkenalan itu aku, atau Kakak?" Kak Kenan langsung menoleh ke arahku. Ia langsung tertawa sembari menutup mulutnya yang masih dipenuhi oleh pisang.
"Oh, oke, I'm Sorry, aku salah." Ia langsung fokus ke arah televisi kembali. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dibuatnya.
Aku terkejut saat mengingat uang jajanku yang tertinggal pada saku rok sekolah. Sebelum Mamah mencucinya, aku langsung berlari ke arah kamar mandi untuk mengambil uang itu. Lumayan, untuk membeli jajanan nanti sore.
"Ah, dapat!" Aku tersenyum riang sembari mengantungi uangnya dan segera membalikkan badan. Namun ....
Aku tertegun saat melihat orang asing yang ada di rumahku ini. Seumur-umur aku tak pernah melihat orang masuk ke dalam rumah ini selain Kak Kenan, Mamah, Papah, dan juga beberapa tamu lainnya. Namun, hari ini aku melihat orang asing yang sering kutengok di bagian buku Ilmu Pengetahuan Sosial. Ya, seseorang dengan gaya prajurit perang itu perlahan mendekatiku.
Ternyata aku mulai sadar. Di situlah ia mulai merubah segalanya. Segalanya yang awal indah kini berubah menjadi agak suram, mungkin lebih tepatnya menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Mereka ✔
HorrorRevisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dalam hati di tengah gelapnya ruangan kamarku. Aku hanya bisa bersembunyi di balik selimut dengan perasaan campur aduk. "Aku tahu kamu dapat m...