Kejadian Berdarah

4.5K 385 14
                                    


Hari ini Muhzeo menjemputku untuk segera bergegas menuju ke kediaman Paul. Ia menatapku dengan senyuman yang memukau.

"Enggak usah takut, ya, gua selalu nemenin lo." Ucapannya barusan berhasil membuat degup jantungku berdetak cukup kencang. Rasa takutku pun terhalau dibuatnya.

"Dira." Panggilan seseorang dari samping rumahku langsung membuatku menoleh. Kulihat paman tengah tersenyum dan kubalas senyumannya itu. Kuhampiri dirinyanya sembari berpamitan untuk pergi ke rumah Paul.

Muhzeo pun ikut tersenyum ke arah paman.

"Hati-hati, ya. Tempat itu tidak terlalu baik untukmu. Ada benda yang membuat rumah itu menjadi jahat." Paman menepuk pundakku sembari tersenyum.

Aku berpikir sejenak dan memaksakan seutas senyuman. Pikiranku mulai terasa tak aman dengan apa yang dikatakan Paman barusan. Paman bukan paranormal, tapi firasatnya yang begitu kuat dan hampir tidak pernah meleset, membuatku mempercayai setiap perkataannya.

Aku mengangguk dan berpamitan untuk pergi dengan hati yang kembali was-was.

Motor yang kunaiki mulai membelah jalanan kota yang selalu padat merayap. Beberapa genangan air bekas hujan semalam masih tergenang di atas aspal. Hm, ternyata hujan yang datang semalam cukup deras, ya.

"Lo pernah ke rumah Paul?" tanyaku memecah keheningan yang tercipta sedari tadi.

"Enggak. Cuma kemarin antar dia pulang habis main, tapi auranya, ya, memang enggak enak gitu. Makannya itu gua langsung pulang dan enggak mau lagi kalau disuruh nganter dia pulang," sahutnya dengan sedikit teriak agar dapat didengar olehku.

Aku hanya diam tak menanggapi. Seketika rasa tidak mengenakkan menjalari seluruh pemikiranku.

👀

"Permisi." Muhzeo memencet bel rumah paul untuk yang ketiga kalinya.

Rumah yang tampak besar ini dilapisi dengan warna klasik yaitu putih dan cream. Pagar besar berdiri sebagai pengaman rumah. Tak lupa juga dengan cctv yang tampak menguasai seisi rumah. Rumahnya terlihat cerah, namun auranya begitu suram. Setidaknya itulah yang kurasakan setelah sampai di depan pagar rumah ini.

Puk....

Astaghfirullah, aku tersadar dari lamunanku dan menatapi Elsa yang baru datang.

"Eh, kaget, ya? Maaf." Elsa terkekeh sembari membenarkan anak rambutnya.

Aku memaksakan senyuman dan memantau sekeliling rumah itu kembali. Untuk berbicara sekarang ini rasanya agak sulit.

"Kenapa gak keluar-keluar, ya?" Muhzeo langsung memencet bel tanpa jeda sedikit pun.

Aku merogoh saku rokku. Mengambil ponsel dan mulai membuka aplikasi whatsapp. Kurasa kalau memanggilnya hanya dengan bel, takkan membuahkan hasil baik hingga siang menjelang.

Nadira Roro Lespati

Gua dan yang lain di depan rumah lo.

Paulus Stephen

Oh iya, bentar gua turun ke bawah.

Aku memasukkan ponsel dan kembali mulai merasakan hawa yang lebih mistis lagi.

Ceklek ....

"Eh, lama, ya?" sambut Paul sembari membuka pagar rumahnya.

"Eum, Lama! Seperti menunggu gadis yang sedang mandi!" gerutu Elsa sembari melirik dengan sinis.

Bisikan Mereka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang