Sebuah ruangan putih di sebelah masjid terlihat sedikit luas. Aku maju perlahan dan memperhatikannya sebentar. Sepertinya memang ini ruang kumpul untuk anggota rohis. Kuketuk pintu ruangannya yang sedikit terbuka.
"Assalamualaikum," salamku.
Sebuah perempuan berjilbab panjang buru-buru berdiri dan menghampiriku sembari memperlihatkan senyum ramah miliknya.
"Waalaikumussalam. Eh, ukhti. Ada apa?" tanyanya dengan nada yang terdengar sangat santun.
"Ikhyar ada?" Kubalas senyumannya dengan sedikit canggung.
Ia mengangguk.
"Kebetulan ada di dalam. Biasanya pagi-pagi seperti ini dia kumpul dengan ikhwan yang lain, tadarus dan dzikir pagi terlebih dahulu. Biar Lisa panggil dulu, ya, ukhti," ujarnya sembari masuk ke dalam.
Aku memutuskan untuk duduk di sebuah kursi yang berada di luar ruangan.
"Ada apa, ukhti?" tanya Ikhyar.
Aku bangkit sembari menepuk-nepuk bagian belakang rokku.
"Ada yang ingin belajar mendalami Islam. Apa kau bisa membantunya?" Aku menoleh ke arah Muhzeo yang tengah menunduk dalam-dalam.
Ikhyar memperhatikan muhzeo dengan saksama.
"Subhannallah, kau kah orangnya?" tanya Ikhyar sembari tersenyum antusias.
Muhzeo menatapku. Aku melotot tajam agar ia mengiyakan ucapan Ikhyar tersebut. Akhirnya ia pun mengangguk dan tersenyum kaku.
"Baiklah, akhi. Kau bisa mendalami ilmu agama Islam di sini sehabis pulang sekolah," ucap Ikhyar.
"Apa gua cuma berdua sama lo?" Muhzeo terlihat benar-benar kikuk rupanya.
"Tidak. Ada teman-teman saya yang nanti akan berusaha membantumu juga," jelas Ikhyar sembari berusaha membuat Muhzeo percaya.
"Baiklah. Terima kasih Ikhyar atas bantuannya."
Ia mengangguk.
"Permisi. Assalamualaikum," salamku sembari menunduk tanda hormat.
"Waalaikumusalam, ukhti," ujarnya sembari membenarkan tatanan pecinya.
Aku Berjalan terlebih dahulu di depan muhzeo.
"Dira tunggu!" ujarnya yang berhasil membuatku menoleh ke belakang.
"Ada apa?" tanyaku perlahan.
"Tadi mereka bilang soal akhi dan ukhti. Itu maksudnya apa?" tanyanya sambil menggaruk kepala dan sukses membuatku tersenyum.
"Akhi itu panggilan untuk saudara laki-laki. Ukhti itu untuk panggilan untuk saudara perempuan," jelasku yang semoga saja bisa dipahaminya dengan baik.
"Tapi gua sama dia bukan saudara, loh?" Ia masih terlihat bingung sendiri.
Aku tersenyum menanggapinya.
"Muhzeo, sesama muslim, kita semua ini adalah saudara. Anak cucu dari Nabi Adam as...." Kulihat Muhzeo nampak mengingat sesuatu.
Ia manggut-manggut tanda mengerti. Aku pun melanjutkan perjalanan menuju kelas dan langsung duduk di kursiku.
"Dira, terimakasih." Muhzeo tampak agak berbisik sembari tersenyum.
Aku mengangguk dan berusaha menenggelamkan kepalaku.
👀
"Jadi, kalian isi nama dan kelas serta pilih ekstra kurikuler yang sesuai dengan keinginan kalian, yah," terang Bu Tini sembari menyerahkan selembar kertas putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Mereka ✔
HororRevisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dalam hati di tengah gelapnya ruangan kamarku. Aku hanya bisa bersembunyi di balik selimut dengan perasaan campur aduk. "Aku tahu kamu dapat m...