👻02. Afraid

2.6K 179 4
                                    

Abell menganga, masih shock dengan apa yang dia dengar. Dia tidak salah dengar, kan?

Abell mencoba protes karena ia tidak mau ada seseorang yang berada didekatnya, itu pasti akan membuatnya tidak nyaman.

"Tapi pak... Kenapa harus saya? Jangan dong! Saya tidak mau."

"Kenapa kamu tidak mau duduk sama, Regan?" Tanya Pak Didi, pria tua itu bersedekap dada. Mengangkat sebelah alisnya tinggi-tinggi, "Apa kamu sudah mengenal dan punya masalah dengan, Regan, sebelumnya?"

Dengan cepat Abell menggeleng. "Saya tidak mengenalnya. Dan saya hanya tidak mau duduk sama dia!"

Semua menatap heran dan kesal kepada Abell. Lagi-lagi Abell menghiraukan isi hati mereka yang menyumpah serpahinya hingga membuatnya sakit hati.

Huft, walaupun ia sudah terbiasa namun rasa sakit itu masih ada. Ia juga sama seperti mereka, Abell pun sama punya hati. Meskipun sifatnya dingin dan cuek.

"Alasannya itu apa, Abella...?" Desah pak Didi panjang, heran dengan satu muridnya itu. Andai Abell bukan salah satu murid terpintar dan emas mungkin sudah ia sembur air comberan sedari tadi.

"Ya... Sa-- saya cuma tidak mau saja. Lagian masih banyak yang kosong juga, kok!" Keluh Abell, dan masih kekeuh untuk tidak mau duduk sebangku dengan murid baru itu. Karena firasat Abell berkata jika tidak baik duduk dengan cowok itu.

"Semua kursi sudah penuh dan tinggal bangku sebelah kamu saja yang kosong!"

Abell mengedarkan pandangannya dan benar saja. Ia mendengus keras, hendak protes tapi sudah di potong kembali oleh pak Didi.

"Sudah kamu jangan ngebantah lagi! Jangan buat murid baru menjadi tidak nyaman di sini. Regan.. sana duduk sama Abell. Saya harap kamu betah disini."

Cowok itu mengangguk lalu berjalan menghampiri bangku Abell dengan wajah datar.

Abell mencengkeram erat rok nya. Dadanya kembali berdegup kencang saat cowok itu semakin dekat dengannya. Ia merasa pasukan oksigen menipis membuatnya susah bernapas.

Kepalanya tiba-tiba pening, keringat dingin membanjirinya, semuanya terlihat berputar-putar, semakin lama sakit ini semakin menjadi-jadi. Dan saat kursi sebelahnya di tarik. Saat itu juga Abell pingsan, membuat kelas semakin heboh. 

👻

Gadis dengan senyuman lebar itu menatap penuh binar seseorang yang akan melintas di depannya. Jantungnya berdetak dua kali lipat saat menatapnya, dan saat melihat senyuman itu membuat darah Adell berdesir hebat.

Adell mengulum bibirnya rapat-rapat agar tidak membentuk sebuah lengkungan lebar saat seseorang yang ia tatap itu akan melintas. Bahkan ia menahan napasnya dan bernapas lega saat seseorang itu telah melewatinya dengan teman-temannya.

Adell masih menatap punggung itu, hingga sebuah tepukan di bahunya membuatnya tersadar.

"Lagi liatin siapa, sih?" Kepo Sinta, sahabat Adell.

Adell hanya nyengir lalu menopang dagunya dengan melamun.

"Ih, sekarang malah senyum-senyum! Kenapa sih? Kamu sakit? kehabisan obat?"

Adell mendengus. "Gimana Reza?" Adell mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Ia hanya belum siap untuk berkata pada siapapun jika ia menyukai seseorang.

Pada siapapun... Adell membeo dalam hati lalu terlintas wajah Abell di pikirannya.

Ah, apa mungkin Abell udah tahu ya aku suka dia? Abell kan bisa membaca pikiran semua orang. Duh, gimana nih?

Indigo TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang