Hari dimana musim semi ke 20 dalam hidup seorang anak kecil bernama Jeon Jungkook. Ia terlihat meringkuk disebuah lemari kecil dekat tangga sembari memeluk dirinya sendiri. Mata bulatnya benar-benar mengawasi apa-apa saja yang lewat didepannya. Tidak, Jungkook sedang tidak bermain petak umpet tapi dia sedang—
"Kookie!!! dimana kau anak nakal??!!"
Teriakan itu memecah keheningan malam, membuat semua orang tertunduk kala kakinya menapak pasti pada ubin keramik dibawahnya. Jungkook semakin takut, ia beringsut bahkan ia tidak membiarkan satu helai benang pakaiannya keluar dari lingkup kotak tempat ia berada. Anak itu bahkan menahan mulutnya agar tidak menangis dan mengeluarkan suara. Sungguh, kotak itu begitu sempit untuk ukuran tubuh Jungkook yang kecil. Tapi bagaimana, ia akan mudah ditemukan jika berada dibawah meja saja.
Mulut menyeramkan itu terus menanyakan dimana keberadaan si kelinci yang ketakutan. Jantungnya berdegup kencang seperti ingin lepas dari dalam dadanya. Sungguh, ia lebih menyeramkan dari nenek sihir yang diceritakan oleh bibi Sihan setiap malam sebelum Jungkook tidur. Sampai akhirnya, langkah itu berada tidak jauh dari dirinya dan ...
"Aku pikir aku tidak tau kau disana?! keluar kemari kau anak nakal!"
Kelinci penuh lebam itu ditemukan.
"Ibu, ampun ibu—ampun, Kookie tidak akan nakal lagi ibu," katanya saat tubuh kecil itu diseret paksa keluar dari kotak.
Tidak peduli dengan raungan dan tangis Jungkook, keringanan tangan itu terus memukuli si kelinci hingga tubuhnya terkapar. Peristiwa itu terjadi lantaran tanpa sengaja, anak ini mencoret gambar pakaian di sebuah kertas diatas meja. Jungkook kecil yag berusia 5 tahun tersebut hanya ingin menggambar, mengekspresikan bagaimana ia bahagia tinggal dengan kedua orang tuanya walaupun orang yang ia panggil ibu selalu memukulinya.
"Ibu, ampun ... ampun—"
"Nyonya—"
"Diam kau, Sihan! jika kau membelanya, kau akan kupecat hari ini juga!"
Kepala rumah tangga Park Sihan menunduk dan memundurkan tubuhnya. Matanya memanas, ia tidak tega melihat anak kecil yang tidak tau apa-apa dipukuli didepan matanya. Teriakan Jungkook kecil sungguh tidak berarti karena tidak ada satu pun orang menyelamatkannya dari pukulan tangan kosong atau seouah belt, ia bahkan hampir pingsan karena berkali-kali mendapat pukulan. Belum puas dengan itu, si wanita menyeret Jungkook hingga ke halaman. Menendang perutnya bahkan melemparinya dengan satu set krayon yang Jungkook gunakan untuk menggambar.
"Ibu ...,"
Rintihan Jungkook tidak semerta-merta membuat semuanya selesai. Jungkook benar-benar ditendang hingga tubuh kecilnya terguling jatuh menuruni tangga dan akhirnya pingsan.
***
Netra Jungkook menangkap sinar lampu remang diatasnya. Suara mesin kardiograf, bau obat-obatan dan juga wajah khawatir seorang pria yang kini tengah tertidur disampingnya. Tangan Jungkook benar-benar ia genggam, tidak kuat karena banyak sekali perban di tangannya.
"A—ayah," Jungkook berujar. Tangan kecil yang digenggam tersebut bergerak dan otomatis membangunkan pria itu.
"Jungkook-ah, Jungkook ... sayang, kau sudah siuman?"
Pria yang Jungkook panggil ayah, lantas menciumi tangan Jungkook berulang-ulang, "Bagaimana, apakah masih ada yang sakit?" tanyanya.
"Ayah, sakit ayahh ...," keluh Jungkook sembari menangis.
"Sshh ... sudah, ayah disini. Ayah tidak akan membiarkanmu merasakannya lagi," ia lantas mencium kening Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE JUNGOO
Fanfiction[ON GOING] 181030 "Pokoknya, Jungkook itu Bosnya!"- Kim Jiseo Jeon Jungkook, anak satu-satunya dari pengusaha besar Jeon Yoongi. Setelah beberapa kejadian yang ia lewati, anak itu sekarang menjadi dingin, angkuh bahkan ia sangat suka berbuat seenakn...