Semua orang pernah melakukan kesalahan, kan? biarpun kesalahan kecil, tapi bukankah mereka juga pernah tersandung? Di saat seperti itu—jatuh—apa yang akan mereka lakukan? apa mereka akan berdiri dan memperbaikinya? atau mereka hanya akan tersungkur lalu menerima akibatnya? Tapi, bagaimana dengan kesempatan memperbaiki yang sudah hilang?
Jiseo mendongak, menatap deretan awan yang bergerak mengikuti kemana angin membawanya. Ia menyandarkan tubuhnya di jendela kaca besar, melipat kedua tangannya dan nampak tak peduli dengan anak laki-laki yang sekarang tidur pulas di tempat tidur pribadinya. Ya, Jungkook, siapa lagi kalau bukan bocah menyebalkan itu. Setelah satu minggu mendapat perawatan, Jungkook akhirnya diperbolehkan pulang dengan catatan masih dalam pengawasan tim medis keluarga. Dokter selalu datang setiap pagi hari dan juga malam hari untuk memeriksa keadaan Jungkook. Anak itu memang nampak sehat dari luar, tapi Dokter selalu menggeleng dan mengatakan kalau jangan pernah sekalipun meninggalkan Jungkook sendirian ketika Yoongi menanyakan keadaan putranya. Sebab itulah yang membawa Jiseo berada di tempat ini. Mengawasi Jungkook, memastikan anak itu baik-baik saja. Jika kau pikir Jiseo melakukan hal itu karena alasan sepele, kau salah besar! setelah melihat insiden di rumah sakit — saat Jungkook mencium bibir Jiseo tanpa ijin — Yoongi merasa kalau Jiseo adalah obat paling mujarab demi kesembuhan putranya. Sial untuk kedua kali, Yoongi akan memberinya gaji dua kali lipat kalau Jiseo bersedia bersama Jungkook setidaknya sampai anak itu tidur – ah, tidak, sampai anak itu tak menginginkannya lagi. Tau saja kalau wanita lemah dengan uang, apalagi Jiseo juga butuh untuk biaya adiknya masuk universitas. Benar-benar kesialan yang menguntungkan.
"Nona, kopi anda."
Sihan meletakan kopi hangat yang tadi Jiseo minta. Gadis itu membungkuk, mengucapkan terima kasih karena telah memperlakukannya seperti majikan di rumah. Bukan Jiseo yang ingin, tapi – anak kecil yang seolah tak terganggu dengan dentuman sepatu Sihan ketika wanita itu berjalan.
Jiseo menyeruput kopinya perlahan, menikmati hari yang ia rasa akan panjang. Sesekali, ia melirik Jungkook. jaga-jaga kalau anak ini bangun lalu tiba-tiba merengek. Sudah biasa, bukan?
Bosan dengan apa yang ia lakukan berulang, Jiseo meletakan cangkir kopi setengah kosong di atas meja lalu keluar kamar. Dokter bilang, Jungkook akan tidur 2 sampai 3 jam setelah minum obatnya.
"Masih ada waktu satu jam." Jiseo bergumam sambil mencari di mana letak dapur rumah besar tersebut. Setelah bertemu dengan Sihan, ia mengatakan kalau ingin berjalan-jalan sebentar keluar rumah. Jiseo bosan karena tidak ada yang bisa ia ajak bicara.
"Tapi kalau Tuan muda bangun dan mencari anda – "
Tanpa banyak bicara, Jiseo meninggalkan sebuah catatan kecil dan menuliskan nomor ponselnya. "Kau bisa menghubungiku, aku akan segera pulang," ujar Jiseo sambil menghela napasnya. "Lagipula, anak itu akan bereaksi kalau aku tidak ada," lanjutnya.
"Tapi – nona ...,"
"Tidak perlu takut, aku tidak akan jauh. Hanya jalan-jalan di depan lalu kembali," ujar Jiseo.
"Ah ... sebaiknya anda ditemani – "
"Kau sudah pernah dimarahi karena mengganggu privasi orang lain?" potong Jiseo sebal. "Aku tidak akan kabur dari tempat ini!" katanya sambil memicingkan mata. Tidak suka.
"Nona ...,"
Jiseo menggeram kesal. Ia lantas pergi, tak peduli dengan tatapan memohon Sihan yang seolah memintanya untuk tetap tinggal.
"Ada apa dengan orang-orang di rumah ini?!" kata Jiseo. "Menyebalkan sekali!" lanjutnya.
Jiseo membuka pintu utama rumah besar tersebut, berjalan keluar hingga melewati pagar tinggi kediaman atasannya. Ia menghirup udara siang seakan baru saja keluar dari ruang penyiksaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE JUNGOO
Фанфик[ON GOING] 181030 "Pokoknya, Jungkook itu Bosnya!"- Kim Jiseo Jeon Jungkook, anak satu-satunya dari pengusaha besar Jeon Yoongi. Setelah beberapa kejadian yang ia lewati, anak itu sekarang menjadi dingin, angkuh bahkan ia sangat suka berbuat seenakn...