Di sinilah Hara, terduduk meruntuki nasib setengah hancurnya. Ia gagal menjadi seorang artis, gagal pula dengan pernikahan keduanya. Hara yang kala itu tak ingin hamil, dengan bodohnya menyetujui pernikahan sebab bayi yang ada dalam kandungannya. Jeon Jungkook, siapa lagi. Anak yang bagi Hara membawa kesialan, justru sekarang dibiarkan hidup meskipun menanggung trauma yang Hara tau tak akan pernah hilang. Hara tidak peduli, ia bahkan masih menganggap jika trauma parah yang Jungkook alami tidak sebanding dengan kehancuran kariernya.
"Anak itu hanyalah petaka!" Hara bergumam, menggenggam pisau untuk memotong roti tawar berselai kacang sarapannya. "Seharusnya kau tidak pernah lahir, Jungkook!" geramnya.
Masih bisa Hara ingat dengan jelas bagaimana sang direktur memaki dan memarahinya saat itu. Hara yang diketahui hamil sebelum debut film pertamanya, langsung diputus kontrak oleh agency besar yang sudah Hara impikan sejak muda. Segala macam cara telah Hara coba untuk menghilangkan nyawa Jungkook saat masih dalam perutnya. Namun nyatanya, semesta berkata lain. Jungkook lahir selamat tanpa kurang sebelum Hara mulai menumpahkan segala kesalahan pada sang anak yang sebenarnya tak bisa memilih dari ibu mana ia akan melihat dunia. Hingga sekarang, kebencian masih Hara tanam dalam-dalam pada putranya. Ia bahkan selalu mengawasi Jungkook dan mencari kesempatan untuk menyakitinya setidaknya sampai Jungkook mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang Hara rasakan.
Di tempat lain, Jungkook yang sudah merasa lebih sehat nampak sibuk dengan tugas kuliahnya. Anatomi lanjutan, adalah pelajaran yang paling Jungkook benci. Ia duduk termenung sambil memperhatikan layar laptopnya dengan segelas smoothies di samping kanannya. Jungkook juga nampak mencatat tulisan-tulisan yang menurutnya penting atau tidak ia mengerti.
"Tanya Jiseo noona saja," gumamnya.
Ya, anak ini punya mainan. Tentu saja ia akan memanfaatkannya. Jungkook lalu mengambil ponselnya, menghubungi Jiseo yang hari ini tidak menemaninya. Meskipun otoriter, Jungkook sangat mudah dibujuk dengan sekarton penuh susu pisang. Jadi tidak mengherankan kalau Jiseo bisa pergi ke Daegu untuk mengikuti meeting besar dengan atasan dan klien mereka.
"Mengapa tidak diangkat?!"
Jungkook mulai sebal. Ia terus menelepon Jiseo tanpa henti dibarengi dengan pesan bernada ancaman sebelum akhirnya melempar ponselnya ke atas meja.
"Ah, tidak seru!" gerutunya.
Belum menyerah, Jungkook lalu menghubungi ayahnya. Senjata paling ampuh untuk membuat Jiseo kembali tanpa perlawanan. Namun bukan itu tujuan Jungkook.
"Ayah sedang sibuk, waktumu 5 menit, berandal!" ujar Yoongi sesaat setelah mengangkat teleponnya.
"Aku mau ke Jeju!" kata Jungkook.
"Jeju?!" intonasinya sedikit meninggi.
"Ya, aku bosan … jadi aku mau berlibur ke Jeju!" jawab Jungkook sambil mengarsir gambar yang ia buat ketika bosan.
"Baiklah, berapa hari kau di sana?" tanya Yoongi.
"Entahlah, mungkin 4 atau 5 hari," jawabnya.
"Jungkook …,"
Jujur saja, Yoongi khawatir dengan putranya. Ia takut sewaktu-waktu kalau Hara bisa saja menemukan Jungkook lalu melalukan hal buruk padanya.
"Aku tidak apa-apa, Ayah," Jungkook membujuk.
"Tapi kau harus pergi dengan …,"
"Jiseo Noona," Jungkook memotong.
"Astaga! Jungkook, kau …,"
"Tidak akan terjadi apa-apa," Jungkook menyangkal. "Memangnya Ayah!" sarkas si anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE JUNGOO
Fanfic[ON GOING] 181030 "Pokoknya, Jungkook itu Bosnya!"- Kim Jiseo Jeon Jungkook, anak satu-satunya dari pengusaha besar Jeon Yoongi. Setelah beberapa kejadian yang ia lewati, anak itu sekarang menjadi dingin, angkuh bahkan ia sangat suka berbuat seenakn...