Sebenarnya, Jiseo sudah pernah melihat dan mengalami pemandangan seperti ini sebelumnya dimana Jungkook terlihat meringkuk nyaman di lehernya. Tapi yang sekarang menjadi pertanyaan di otak Jiseo, sejak kapan ia bisa pindah tempat seperti sekarang?! seingatnya, ia duduk di kursi, menunggu Jungkook sadar dengan polos dan bertindak layaknya malaikat bodoh yang lahir dari rasa bersalah setelah mendengar cerita dari Yoongi. Jiseo mendongak, tidak peduli dengan Jungkook yang sesekali menggeliat nyaman memeluknya, menghembuskan napasnya perlahan, menerawang kenyataan yang ada di pikirannya. Ia ingat pagi itu, pagi ketika ia mengatakan pada sang ibu untuk pindah dari Asan ke Seoul karena mendapat panggilan kerja setelah setahun ia berjuang. Ibunya hanyalah seorang petani miskin yang harus menghidupi kedua adiknya setelah sang ayah meninggal karena kecelakaan kerja 4 tahun yang lalu. Ia membayangkan bagaimana asiknya mendapat uang banyak lalu membantu ibunya untuk membiayai adiknya sekolah dan membawa semua keluarganya pindah setelah ia bisa membeli rumah. Hanya itu tujuan Jiseo ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di stasiun kereta Seoul. Tidak pernah ada terbersit sekalipun ia akan menjadi binatang peliharaan – ah ... asisten dari Jungkook, kelinci kecil dengan tubuh besar yang sok kuat ini.
"Aku tidak perlu minta maaf soal perlakuanku padamu, 'kan?" gumam Jiseo lirih.
"Siapa bilang, cepat minta maaf. Kau membuat hatiku sakit, tau!"
Netra Jiseo membola, ia tidak tau kalau Jungkook sudah bangun lalu menjawab gumamannya. Jiseo berusaha menjauhkan tubuh Jungkook, namun ranjang rawat ini terlalu sempit karena mereka tiduri berdua. Bisa-bisa, Jiseo atau Jungkook akan jatuh kemudian masalah baru akan muncul. Ya, kau tidak bisa menyakiti seorang pangeran bukan? atau pengawalnya akan menombakmu seperti menangkap ikan di sungai.
"Ya, aku tidak salah, hanya berkata jujur," kata Jiseo.
"Jujur?" Jungkook bertanya, masih memejamkan mata dan terus memeluk Jiseo seolah gadis itu adalah mainan berharganya. "Kalau begitu kau dihukum selamanya karena kejujuranmu," katanya kemudian.
"Ya! mana ada orang jujur pantas mendapat hukuman?!"
"Ada," Jungkook mendongak, menatap sayu netra Jiseo. "Ibuku memukulku karena ku jujur," ia tersenyum. Namun saat itu bukan senyum yang benar-benar menunjukkan apa yang tengah Jungkook rasakan.
"Jungkook ...,"
"Jadi kau dihukum."
Jiseo menggeram kesal. Ia mencoba melepaskan diri dari rengkuhan monster kelinci yang terlihat mengawasinya.
"Setidaknya, berpura-puralah menyukaiku," lirih Jungkook. Anak itu lantas mengusakkan kepalanya di dada Jiseo. "Sampai aku yakin kalau kau benar-benar membenciku," lanjutnya.
"Memang ada seperti itu?" tanya Jiseo.
"Ah, apa akhirnya kau juga akan menyukaiku?" Jungkook balas bertanya.
"Bermimpilah, tapi jangan menangis kalau kau bangun nanti!" kesal Jiseo.
"Kalau begitu, aku tidak mau bangun saja," jawab si bocah. "Biarpun mimpi, maunya sama noona saja," katanya.
"Jungkook?"
"Aku mau sakit saja terus, biar noona di sini," Jungkook merengek. "Sakit parah saja, biar noona tidak pergi dengan Taehyung, ya ...," sambung Jungkook sambil mengerucutkan bibirnya.
"Kau tidak boleh bicara seperti itu, bocah!" ujar Jiseo. "Kau tidak kasihan dengan ayahmu? dia sampai meninggalkan pekerjaannya karena kau, tau!"
Jungkook menghela, "Kalau begitu boleh peluk noona, ya?"
"Bisa-bisanya kau minta ijin denganku, bukankah kau selalu melakukan semua seenaknya?!"
"Jangan marah, aku sedang sakit ...," rengek Jungkook lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE JUNGOO
Fanfiction[ON GOING] 181030 "Pokoknya, Jungkook itu Bosnya!"- Kim Jiseo Jeon Jungkook, anak satu-satunya dari pengusaha besar Jeon Yoongi. Setelah beberapa kejadian yang ia lewati, anak itu sekarang menjadi dingin, angkuh bahkan ia sangat suka berbuat seenakn...