Renjun melipat tangannya, memandang tajam Jaemin yang tengah memasang senyum bodoh. Renjun hanya tersenyum singkat saat ibu Jaemin meletakkan beberapa camilan lalu meninggalkan mereka berdua.
"Ck, kambuh lagi?" Renjun menghela napas.
"Hehe," Jaemin hanya mengeluarkan cengiran khasnya. Kalian pasti tahu seperti apa.
"Kudengar ini parah," tatapan Renjun menajam, "padahal hampir setahun enteritis-mu menghilang dari peradaban. Sekarang malah muncul lagi."
"Hehe," Jaemin kembali memasang senyum bodoh, "sekali-kali."
"Sekali-kali lalu mati," sinis Renjun, "sakitmu itu parah, tidak perlu diperparah lagi. Belum saatnya untukmu mati."
"Iya, iya," Jaemin mengerucutkan bibir sok imut, membuat Renjun sedikit menyesal menjenguk temannya itu, "kudengar beberapa yang hari kau juga sakit. Maaf aku tidak bisa datang, sibuk sekali."
"Tidak masalah," Renjun memakan kue yang disediakan oleh ibu Jaemin, "yang masalah adalah mengapa kau bisa kambuh? Banyak kegiatan?"
Renjun tahu bahwa sebenarnya jadwal Jaemin tidak begitu padat. Ia hanya tengah menguji Jaemin saat ini.
Jaemin menghela napas berat, "iya. Banyak sekali tugas berkelompok, banyak kegiatan organisasi."
Padahal Jaemin hanya mengikuti satu organisasi, batin Renjun, itupun organisasi yang tidak terlalu mencolok.
"Mengapa kau tidak bilang bahwa kau punya riwayat penyakit yang serius?" tanya Renjun.
"Sudah. Semua temanku tahu bahwa aku terkena enteritis," jawab Jaemin.
"Lalu mengapa mereka tetap memaksamu untuk mengikuti kegiatan yang berat?" Renjun kembali bertanya dengan nada sedikit mendesak, "seharusnya mereka memberimu sedikit keringanan."
"Tidak semudah itu, Jun," balas Jaemin, "jika kau tidak ikut dalam tugas berkelompok itu, maka kau dihitung tidak kerja. Nilai nol."
"Ya, aku tahu," timpal Renjun, "tapi mereka seharusnya memberimu keringanan. Misalnya tidak mengerjakan tugas sampai terlalu larut. Aku dengar dari bibi bahwa kau selalu pulang larut semenjak masuk Universitas N."
"Tentu mereka tidak mau," Jaemin mulai bersungut-sungut, "semua harus kerja, Jun. Jika tidak nilaimu akan nol."
"Ku kira mereka adalah temanmu," Renjun sedikit memberi penekanan pada kata teman pada ucapannya, "teman yang baik adalah teman yang selalu mengerti kondisimu, yang selalu berusaha agar kau baik-baik saja. Kini lihat, kau justru terbaring lemah di ranjang. Bolak-balik menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perut. Teman seharusnya--"
"Renjun, cukup," Jaemin menyela dengan nada keruh, "kau kesini bukan untuk bertengkar denganku, bukan?"
"Ya tentu saja bukan," Renjun meneguk ludahnya gelisah, "aku hanya--"
"Aku bilang cukup," Jaemin mengubah posisi menjadi berbaring, "kau tidak tahu apapun tentang lingkungan baruku. Kau bukan mahasiswa Universitas N, jadi kau tidak tahu apa-apa. Lebih baik kau diam saja karena aku lebih tahu tentang diriku sendiri ketimbang kau."
Setelahnya, Jaemin menarik selimutnya sampai menutupi telinga dan berbalik memunggungi Renjun. Renjun menangkap bahwa Jaemin tengah mengusirnya secara tak langsung. Renjun adalah orang yang peka, sehingga ia berdiri dan mulai mundur teratur, pergi dari kamar Jaemin. Ia hanya berpamitan singkat pada ibu Jaemin sebelum akhirnya benar-benar hengkang dari sana, membawa sebuah perasaan keruh.
Ia kembali ingat bahwa Mark pernah berkata:
"Tidak semua orang mau mendengar saran kita. Benar, bukan? Jika kau berhadapan dengan orang yang seperti itu, maka sudahlah, pikirkan tentang dirimu saja. Suatu hari nanti, mereka akan menyadari bahwa saranmu itu ada benarnya juga. Jadi, cukup tersenyum dan mundur saja saat mereka menyuruhmu pergi."
Yap, Renjun melakukannya hari ini. Sayang sekali, kali ini Renjun tidak tersenyum.
Enteriris: peradangan pada lambung dan usus kecil
Iya, Jaemin punya enteritis :(
Mana pas promosi go dia kambuh lagi :((((
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME; Renjun + 00 Line NCT [✓]
Fanfiction[COMPLETE] Ingatlah bahwa aku akan selalu mendukungmu disini, ingatlah bahwa aku akan selalu menjadi rumahmu. cover by: athaeral