• 5

4.6K 92 0
                                    


Aku menangis. Lupa waktu. Lupa pada diriku yang sekarang sedang duduk di pinggir pantai. Rasanya kelu ingin kembali ke hotel. Tapi mau bagaimana lagi? Semua hotel sudah penuh. Terpaksa aku kembali hotel tempat mereka bercumbu. Yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Kuputuskan untuk kembali ke hotel dengan langkah yang lemas. Setelah masuk, aku terhenti di ruang keluarga hotel dalam keaadan gelap. Ada yang menyebut namaku.
" Aubrey? Brey? " Austin? Dia memanggil ku? Ada apa?
" Austin itu kau? " tanyaku.
" ya. " clek. Lampu menyala. Aku terkejut. Lalu aku bingung sendiri. Kemana Dream? Bukannya wanita itu disini bersama Austin?
" Ada apa bang? Bukannya abang tadi sama dream? Dia kemana? "
" Dream sudah tidur, brey. " dia menjelaskan kemana wanita itu pergi.
" abang mau ngomong dek. " Dia berbicara dengan wajah serius. Ada apa sih sebenernya?
" mau ngomong apa bang? Serius banget kayaknya pake lampu dimatiin segala lagi? Haha. " aku tertawa renyah dengan singkat, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit di hatiku sementara karena membayangkan bagaimana austin berciuman dengan dream.
" kalau abang nikah sama dream gimana dek? Kamu setuju kan? "
Jleb.
Nusuk ke hatiku. Rasanya ingin berteriak sekarang juga. Tapi mau bagaimana? Aku tidak bisa melakukannya. Aku ini bukan siapa-siapa Austin.
" dek, kok diam sih?? " austin bertanya.
" eh, besok deh ya bang kita bahas. Aku capek banget soalnya hehe. Abis jalan sama temen tadi ke pantai. "
" temen? Pantai? Kamu pergi sama siapa ke sana? Emang kamu punya temen dek disini? "
" eh.. anu... sahabat baru bang. Tadi kenal di bangku pesawat yang aku duduki. " aku mengatakan penuh penekanan pada kata-kata terakhir yang ku katakan.
" eh, maaf ya dek soal itu. Hehe. " austin menundukan wajahnya ke bawah sebentar lalu mengangkatnya lagi sambil menatapku.
Aku hanya membalas dengan senyuman miris yang tidak bisa di artikan. Lalu aku pergi meninggalkan abangku sendirian disana.

Sampai dikamar, aku langsung menuju kamar mandi dan menghidupkan shower untuk membersihkan tubuhku. Merasa sudah cukup, aku mengganti pakaianku lalu pergi ke balkon kamar.
Aku duduk di salah satu kursi yang ada disana, lalu merenung. Aku menangis lagi. Tapi tidak bisa ku keluarkan semua karena kamar ku ini bukan kamar yang kedap suara jadi aku takut suara tangisanku terdengar oleh austin ataupun dream.

Bagaimana bisa austin berpikiran untuk menikahi dream?
Bagaimana dengan keadaanku nanti? Melihat orang yang kita cintai bahagia bersama orang lain.

Kenapa Tuhan?
Jika kau tidak mengizinkan kami bersama,
Kenapa perasaan ini ada?
Perasaan yang harusnya tidak pernah ada.
Perasaan mencintai yang tidak mungkin dimiliki.
Perasaan ingin memiliki secara utuh yang tidak mungkin dapat dimiliki.
Dia milik orang lain nantinya.
Lebih baik begitu.
Daripada,
Aku bersamanya lalu meninggalkan dirinya.
Tuhan.
Katakan padanya jika aku mencintainya.



Heyyo!
Jangan lupa vote dan comment ya! Jangan lupa follow ig ku @unipotret

Lufya!
#YuniChan~

Adik, Segalanya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang