Me too

1.4K 147 3
                                    

"Huwa!" teriak Jimin begitu ia bangun. "Hey! Siapa disana!"

"Woah tenang, hyung. Ini aku Jungkook," jawab Jungkook santai sembari membawakan teh dan roti isi.

"Oh ya. Lalu, kenapa aku ada di kamarmu?" tanyanya melihat sekeliling. "Lalu mana (y/n)-ah? Mengapa ia tidak menyapaku?"

Jungkook meletakan nampan yang ia bawa dengan sedikit keras.

"Jimin hyung, nanti ngomong aja ya sama (y/n). Aku juga ga tau," senyumnya seakan terpaksa.

"Ada apa? Ada sesuatu yang terjadi?" Jimin menebak raut muka Jungkook yang terlihat gelisah.

Jungkook mengelak dan buru-buru pergi.

"Ada apa ya?"

***

Jimin mendatangi ruang latihan dengan terhuyung. Ya semenjak bangun kepalanya pening karena masih terluka akibat kemarub. Dan lagi ditambah dongsaengnya yang membuatnya khawatir.

"Annyeong!" sambut Jimin penuh semangat mendatangi saudaranya.

"Annyeong," balas Jhope dan Taehyung.

Sisanya hanya diam.

"Ada apa koq suram banget? Abis nonton horor ya?" tawanya sama sekali tidak digubris.

Kamu melihat luka perban di kepalanya. Rasa sakit dan bersalah seakan menusuk dadamu. Rasanya seperti dibunuh pelan-pelan. Apa salahnya sampai harus mendapat perlakuan seperti itu?

Kamu menunduk dan berusaha menghindarinya dengan segala macam cara. Mulai dari ke toilet dulu, minum dulu, mau ngambil sesuatu, ketinggalan apa, mau makan dulu dsb.

Sampai akhirnya Jimin berhasil memegang tanganmu.

"Hey! Kenapa kamu terus menghindariku?" tanyanya dengan nada cemas dan lagi sepertinya dia ingin bertanya sesuatu.

"Tidak ada apa-apa," kamu berbalik dan mencubit pipinya seolah kau baik-baik saja.

Namun nyatanya, kau terpuruk.

Ingin kamu memeluknya. Ingin sekali kamu melihatnya tertawa. Namun, waktumu sebentar lagi. Besok kamu akan pergi. Meninggalkan keluargamu. Meninggalkannya. Park Jimin.

Tidak terasa, waktu yang kau lalui bersamanya begitu berharga. Kau nampak begitu dekat dengannya.

Begitu dekat sehingga aku tidak sadar kalau kau terluka.

Kini semuanya akan menjadi kenangan. Perlahan air matamu turun membasahi pipi putihmu.

"Eh??? Waeyo?!" Jimin panik seketika melihatmu menangis tepat di depannya.

"Gwaenchanayo," jawabmu menghapus air matamu.

"Ah (y/n)-ah, ikut aku ke rooftop gedung ini ya! Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu," ajaknya sambil memberikan selembar foto gedung mewah.

"Malam ya!" teriaknya lalu berlalu dengan senyumnya.

Kamu melambaikan tanganmu dengan lemas.

Malamnya kamu berpakaian serba hitam ditambah masker dan topi hitam. Kamu pergi berjalan kaki dan sesudah sampai, ternyata dia sudah disana.

"Saeng-ilchukhahamnida (y/n)-ah," Jimin memberimu sepotong cheesecake blueberry dengan lilin kecil diatasnya.

Ah ya. Hari ini ulang tahunku ya. Aku bahkan lupa.

"Gomawoyo Jimin," ucapmu tersenyum simpul.

"Jahat ya hyung dan dongsaeng nakal itu. Masa tidak mengucapkan sama sekali padamu?" sungutnya karena masih belum tahu apa yang terjadi kemarin. Melihatnya begitu polos kamu membiarkannya.

Dalam kegelapan malam dan diatas sebuah gedung mewah ditambah sepotong kue dengan lilin kecil yang menyala didepanmu. Sungguh. Tidak pernah terbayang sekalipun di pikiranmu. Tidak pernah pula kamu membayangkan seorang yang kau sayangi memberimu seekor anak kucing. Persis seperti yang kau mau.

Senyumnya mengembang begitu melihatmu memeluk kucing itu. Kamu menatapnya lama lalu berkata," Terima kasih. Aku sungguh berterima kasih, Park Jimin."

Jimin tersenyum dan mengajakmu berdiri disampingnya.

"Jimin, kalau aku pergi, apa kamu akan merindukanku?"

"Tentu," jawabnya.

"Aku kangen dengan hidup sederhana. Tanpa berbohong apa-apa. Tidak ada beban. Aku ingin hidup seperti orang biasa. Apa keinginanku begitu sulit?" tanyamu mengungkapkan perasaanmu kini.

"Sesulit apapun masalahmu, selagi kita tidak menyerah, masalah itu akan kalah. Percayalah. Kamu kuat koq. Jangan pesimis begitu dong," jawabnya kurang menjawab pertanyaanmu.

"Apa itu sulit?"

"Menurutku tidak. Dengan hidupmu sekarang kurasa kamu beruntung."

"Begitukah?"

Jimin menganggukan kepalanya.

"Aku juga kangen dengan keluargaku. Sudah lama aku tidak menghubungi mereka," ucapnya merogoh ponselnya di saku jaketnya.

Kamu diam sambil menggendong anak kucing itu. Kamu menatap Jimin yang sedang tertawa dengan adiknya sepertinya. Tertawa begitu lepas. Kenapa semakin kamu menyayanginya semakin sesak dadamu.

Sesudah ia selesai, kamu kembali bertanya.

"Jika aku perempuan, apa kamu... Menyukaiku?"

"..."

"Aku menyukaimu sejak pertama kali kau datang tahu," timpalnya menatap pemandangan didepannya. "Tapi sayangnya kamu kan cowo haha."

"Benarkah?"

Jimin kembali menganggukan kepalanya.

"Lalu apa kau meyukaiku juga?" tanyanya datar.

"Aku juga sama."

Kamu melihatnya tersenyum sendiri. Entah sudah ke berapa kalinya hari ini.

Jimin mengambil tanganmu dan memberimu 3 surat yang katanya jangan dibuka kecuali kau sedang sendiri.

Sesudah itu kalian kembali dan bersiap untuk come back kalian.

"Selamat malam dan terima kasih."

"Sama-sama. Tidur yang cukup. Oh ya jaga anak kucing itu jangan sampai mati," guraunya di tengah malam.

Kamu terkekeh lalu tersenyum. Senyuman yang menandakan akan berakhirnya hubunganmu dengannya.

Tuhan beri aku kekuatan. Beri aku kekuatan untuk menghadapi hari esok. Dimana aku akan pergi meninggalkan semuanya termasuk Park Jimin. Sumber kebahagiaanku selama ini. Jaga dia Tuhan.

Crystal || Park Jimin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang