Part 23

20.7K 1.1K 129
                                    


Gita berjalan menelusuri jalan raya yang cukup ramai, karena sekarang sudah jam pulang kantor. Tapi, yang Gita herankan, kenapa tidak ada satupun taxi yang lewat? Jika biasanya saat Gita dijemput oleh sopirnya, ia melihat ada saja taxi yang berkeliaran.

Keringat Gita sudah bercucuran di pelipisnya. Bahkan ia sudah beberapa kali mengelapnya, tapi tak sampai lima detik keringatnya turun lagi. Andai saja tadi ia menerima ajakan Vano untuk mengantar Gita pulang.

Eh, tidak-tidak. Gita tidak boleh menyesal akan hal tersebut. Apa yang sudah Gita lakukan tadi sudah benar, sangat benar. Gita tidak perlu memikirkan apakah Vano terluka karena ucapan dan penolakannya.

Jika laki-laki itu saja tidak bisa menghargai perasaannya sedikit saja, lalu kenapa Gita tidak bisa? Mulai sekarang Gita harus bisa mementingkan dirinya sendiri, ia akan belajar untuk tega pada orang yang sudah melukainya.

Walaupun keluarga Gita sama sekali tidak pernah mengajarkan untuk seperti itu. Keluarga Gita tidak pernah mengajarkan untuk balas dendam, sekalipun orang tersebut sudah menyakiti kita. Tapi, ia tidak akan memperdulikan itu.

Menurut Gita, laki-laki seperti Vano sangat pantas untuk mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya. Karena jika tidak, Vano pasti akan mengulang kesalahan yang sama pada orang lain.

Gita menghentikan langkahnya saat tiba-tiba ada sebuah motor ninja yang berhenti tepat di hadapannya. Seorang laki-laki dengan gagahnya membuka helm full facenya. Gita tersenyum saat mengetahui siapa laki-laki tersebut.

Ya, siapa lagi jika bukan Andre. Laki-laki tampan yang belakangan ini dekat dengannya. Laki-laki yang sudah berhasil membuatnya melupakan rasa sakit yang Vano torehkan di hatinya.

"Hai." Sapa Andre lalu tersenyum manis pada Gita.

"Hai juga kak."

"Kok lo jalan kaki sih? Kenapa masih bawa tas sekolah juga? Sedangkan lo udah ganti pakaian." Cerocos Andre.

Gita memutar bola matanya malas. "Kakak kalau ngomong bisa satu-satu nggak? Malah nyerocos, udah kayak perempuan aja."

"Hehehe, maaf deh. Tapi ni ya, gue nggak suka lo bilang kayak perempuan. Masa gue ganteng kayak gini disamain sama perempuan sih." Balas Andre.

"Iya-iya. Nggak lagi bilang Kak Andre kayak perempuan deh."

Andre tersenyum. "Nah, gitu dong. Kan makin sayang jadinya."

"Hah? Kakak ngomong apa tadi?" tanya Gita.

"Enggak ngomong apa-apa." Sahut Andre dengan cepat.

"Masa sih? Tapi---"

"Eh, daripada lo jalan kaki. Mending gue anterin pulang ya?" potong Andre.

"Emm, nggak usah kak. Aku jalan kaki aja," tolak Gita dengan halus.

"Kenapa nggak usah? Lo mau pakaian lo basah sama keringat lo? Jarak rumah lo masih jauh loh." Bujuk Andre.

Gita terdiam, benar juga apa kata Andre. Jujur saja kaki Gita sudah sangat pegal jika harus berjalan lagi. Tapi, ia tidak ingin merepotkan Andre lagi.

"Ayolah! Gue janji nggak akan minta imbalan sama lo." Ucap Andre mencoba untuk meyakinkan Gita.

"Emm, tapi apa nggak ngerepotin kakak? Ini bukan pertama kalinya loh kakak mau anterin aku." Balas Gita.

"Sama sekali nggak ngerepotin gue. Malah gue senang kalau lo ikut, jok motor gue di belakang nggak bakal kosong lagi." Kata Andre yang diakhiri dengan senyuman.

"Oke."

Senyum Andre semakin mengembang saat mendengar persetujuan dari Gita. Ia langsung memakai helmnya. Saat melihat paha mulus Gita yang terekspos karena dress yang pendek, Andre langsung melepaskan jaket denimnya dan memberikannya pada perempuan itu.

My Protective Boyfriend ✔  [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang