PROLOGUE

306 79 7
                                    

Before That
By
A.N/AN

~Azka Reikal. Bahkan saat namamu tersebutkan, itu akan menjadi mimpi indah bagiku di sini~

||P R O L O G U E||

MATANYA mengerjap beberapa kali. Dengan takut-takut, langkahnya ikut goyah seiring dengan detakan jantungnya yang semakin menggila. Hari ini, dia akan bertemu dengan orang yang selama ini ingin dijumpainya.

Ayah kandungnya.

Azka Reikal–nama anak itu–sejak lahir memang tidak pernah bertemu dengan ayahnya dikarenakan keperluan mendadak ayahnya yang harus berangkat ke Amerika saat Azka baru saja akan dilahirkan ke dunia.

Selama kurang lebih tujuh tahun, Azka setia menunggu kepulangan ayahnya. Ibunya selalu menasihatinya agar bersabar dan menceritakan seperti apa sosok ayahnya itu.

Azka mengagumi ayahnya. Sekalipun dia tidak pernah tahu wajah orang yang dikaguminya itu.

Menarik napas dalam, Azka mengetuk pintu bercat cokelat tua itu beberapa kali. Terdengar suara dari dalam yang memerintahkannya untuk masuk.

Dengan perlahan, Azka memutar kenop pintu dan tatapannya langsung tertuju ke arah seorang pria tinggi dan anak kecil sebaya dengannya yang memasang wajah datar.

Azka menelan salivanya susah payah. Apa itu ayahnya? Tidak ada senyuman sedikit pun. Hanya tatapan datar yang menyambut, membuat nyalinya semakin menciut.

"Azka Reikal?"

Suara itu yang pertama kali Azka dengar. Azka mengangguk pelan dan pria tinggi itu menghampirinya. Sedikit menyunggingkan senyumannya, pria tinggi itu berjongkok dan menatap Azka hangat.

"Ternyata kamu sudah besar ya, Azka. Aku melewatkan momen-momen penting tentang pertumbuhanmu."

Entah mengapa, Azka ingin menangis saat mendengar ucapan pria tinggi yang berstatus ayahnya itu. Bertemu dengan orang di depannya ini bagaikan mimpi baginya.

"Ini sulit, bukan?"

Cukup. Azka terisak sambil menunduk sekarang. Air matanya tak berhenti mengalir. Azka bahagia. Namun, juga merasa sakit berlebih di dadanya. Dengan pelan, pria tinggi itu menarik Azka ke dalam dekapannya.

"Jangan menangis, Azka. Maafin Papa, ya. Papa janji tidak akan pergi lagi."

Arka–Ayah Azka–tersenyum bahagia. Bohong jika dia tidak merindukan anak dan istrinya. Dia begitu merindukan keluarganya hingga rasanya ingin mati. Setiap hari terasa begitu lama ketika di sana. Hingga tanpa sadar, tujuh tahun telah berlalu.

"Cih. Berhentilah menangis. Dasar anak cengeng!"

Mendengar perkataan itu, Azka melepaskan pelukan ayahnya dan menatap sengit ke arah anak berwajah datar itu. Dengan perasaan menggebu-gebu karena emosi, Azka membentak.

"Apa maksudmu?! Kau mengejekku, ya?!"

Azka sudah bersiap-siap akan menerjang dan memukul anak berwajah datar di depannya. Perlu diketahui, walaupun masih berumur tujuh tahun, Azka itu berandalan dan nakal. Dia sering memukul orang-orang yang menghina temannya.

𝙱𝚎𝚏𝚘𝚛𝚎 𝚃𝚑𝚊𝚝 (𝙿𝚛𝚎𝚚𝚞𝚎𝚕 𝚘𝚏 𝙱𝙱𝙾𝙶𝚂?) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang