My Wish (part 2.2)

109 10 30
                                    

"Wah, gawat. Kita kehabisan tepung untuk membuat roti!" kata Miki pada suatu sore saat memeriksa persediaan untuk membuat roti selai.

Selain kopi dan berbagai minuman lain, kafe ini juga menyediakan makanan seperti roti selai yang sangat lezat buatan Miki. Ada juga kue donat, pancake, kue stroberi, biskuit, dan parfait berbagai rasa. Membayangkannya saja sudah membuatku lapar.

"Hoo, aku akan membelinya!" ucapku semangat.

"Kalau begitu, ini uangnya," Kiyoteru-sensei yang datang entah dari mana memberikanku uang untuk membeli bahan yang kurang. Aku pun menerima uang itu.

"Sekalian beli bahan untuk persediaan besok," tambah Miki sembari memberikanku daftar barang-barang yang akan dibeli.

"Okay!" jawabku mantap.

Aku pun berbalik dan siap untuk keluar dari kafe. Namun sebelum itu, aku sempat menoleh ke arah dua orang anak yang sedang bercanda bersama di salah satu meja di kafe itu.

"Kalian mau ikut, Yuki dan Oliver?" tanyaku pada mereka berdua.

Yuki dan Oliver menoleh bersamaan lalu mengangguk mantap. Aku hanya tersenyum melihat raut wajah ceria mereka.

"Hati-hati di jalan," kata Miki.

Aku, Yuki dan Oliver keluar dari kafe dan berjalan beriringan. Jalanan kota sore itu tidak begitu ramai, tapi juga tidak begitu sepi.

Jarak antara kafe dan minimarket hanya berjarak 10 meter. Itu adalah perjalanan yang singkat bagi kami. Aku berjalan dengan santai sambil menikmati segala hal di setiap langkahku. Sementara Yuki dan Oliver berjalan bersama sambil bersenda gurau.

Ketika sampai di minimarket, aku mulai memilih barang-barang yang dibutuhkan. Yuki dan Oliver juga banyak membantu sehingga pekerjaan ini terasa lebih ringan daripada saat berbelanja sendiri.

"Berikutnya adalah mentega..." aku membaca daftar belanjaan sembari berkeliling.

"Aku menemukannya!" seru Yuki yang tiba-tiba datang bersama Oliver sambil membawa mentega yang masih dibungkus dalam kemasan.

Aku tersenyum melihat mereka cepat tanggap dalam mencari barang yang dibutuhkan.

Aku baru saja akan menerima mentega yang mereka bawa. Namun tiba-tiba terdengar suara kaca pecah. Perhatianku pun teralihkan pada pintu masuk minimarket ini.

Aku, Yuki dan Oliver juga sama kagetnya. Kami tak percaya dengan apa yang kami lihat. Aku melebarkan mataku, sedangkan Yuki dan Oliver hanya bisa menganga kebingungan.

Saat ini, di minimarket tempatku berbelanja... sedang terjadi perampokan.

"Kyaaaaaaa!!" semua pembeli beserta para petugas berteriak histeris begitu melihat 10 orang yang mengenakan pakaian serba hitam masuk dengan cara tidak sopan.

Para gerombolan tersebut masuk dengan cara menembaki pintu kaca yang seharusnya bisa dibuka dengan mudah saat didorong. Mereka semua memakai penutup mulut dan kacamata hitam, semua pakaian yang mereka kenakan sama, serba hitam. Dari penampilan mereka saja, semua orang sudah bisa menebak kalau mereka adalah para perampok.

Parahnya, setelah mereka menembaki pintu masuk yang terbuat dari kaca, peluru tembakannya masih melayang bebas sehingga mengenai salah satu rak berisi barang belanjaan. Selanjutnya, rak tersebut tumbang beserta seluruh isinya dan mengenai rak-rak yang lainnya. Peluru itu sangat kuat.

Aku langsung cepat tanggap. Dengan cekatan, aku membuang seluruh belanjaan dalam keranjang yang ada di tanganku kemudian merangkul Yuki dan Oliver, membawa mereka berdua menjauhi barang-barang yang berjatuhan. Tak butuh waktu lama sampai seluruh rak beserta isinya jatuh berjejer seperti domino.

I Wish... (Miku x Len)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang