42

1.4K 82 16
                                    

Kaki Skara seketika berhenti melangkah ketika sekitar lima meter di depannya berdiri seorang Nantes dengan wajah dingin yang lebih dingin dari biasanya. Wajah itu menghadapnya. Dengan mata tajam terarah padanya. Melihatnya seperti itu, membuat Skara mengeratkan pegangan tangannya pada ransel yang melingkari kedua bahunya. Skara tau, hal yang buruk pasti akan segera menimpanya.

Ketika Skara melihat cowok itu berjalan mendekat, tanpa sadar kaki Skara melangkah mundur. Seketika itu juga dia menundukkan kepalanya. Dan baru dia angkat kembali ketika Nantes menyentuh bahunya, lalu menjatuhkannya ke lantai tepat di hadapan cowok itu. Sontak Skara terkejut sekaligus kesakitan.

Beberapa anak yang berada di sekitar mereka juga tak kalah terkejut dengan apa yang baru saja mereka lihat. Mereka jadi tertarik pada dua kakak beradik ini. Satu per satu dari mereka mulai mendekat, untuk melihat tontonan yang sepertinya akan berlangsung seru itu.

Dengan matanya yang tajam, sinis dan dingin, Nantes menatap Skara yang masih terduduk di depannya menahan sakit di tulang duduknya. "Lo lebih dari sekedar cewek yang gue benci." Nantes mulai berkata-kata dengan nada bicaranya yang amat sangat tidak enak didengar.

Skara sampai kesusahan menelan ludahnya sendiri.

"Lo cewek terburuk yang pernah gue kenal. Bahkan lebih buruk dari tante-tante girang yang sering gue mainin."

Nafas Skara tertahan seketika. Skara pikir hanya disamakan dengan perempuan mainan Nantes saja rasanya sudah sangat rendah. Tetapi sekarang Nantes bahkan menempatkannya di posisi yang lebih rendah dari itu. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari itu.

"Gue harap gue nggak pernah liat lo sama nyokap lo lagi nginjekin kaki di rumah gue." pungkas Nantes kejam, kemudian pergi begitu saja dan sengaja mengenai bahu Skara dengan kakinya hingga tubuh Skara tersentak ke belakang. Meninggalkan Skara yang masih terduduk di lantai dengan kondisi mentalnya yang terguncang.

*

Skara tidak tau harus kemana sepulang sekolah ini. Seharian di sekolah, dia sama sekali tidak bisa fokus, tidak bisa konsentrasi. Selagi pikirannya kacau memikirkan masalah yang menimpanya, dia juga kerepotan menghadapi orang-orang yang kepo padanya karena melihat bagaimana perlakuan Nantes padanya tadi pagi. Skara benar-benar lelah. Lelah secara fisik, terlebih mental.

Sambil mengendarai mobil tidak tentu arah, Skara menumpahkan kelelahan serta emosinya dalam bentuk tangis. Perkataan Nantes pagi tadi benar-benar sangat menyayat hatinya, sangat melukainya. Dalam. Sejahat itukah dirinya sampai dirinya menerima kata-kata seperti itu dari Nantes, cowok yang kini menjadi kakaknya sekaligus cowok yang dia suka? Atau memang Nantes yang terlalu jahat dan tak mempunyai perasaan?

Setelah menghabiskan waktu berjam-jam mengendarai mobilnya tanpa arah tujuan yang jelas, kini mobil Skara berhenti tepat di sebuah tempat.

*

Pukul sembilan malam dan Skara belum juga pulang. Hal itu jelas membuat Raya dan Edgar khawatir. Masalahnya dua jam yang lalu Raya mendapat kabar dari guru les Skara bahwa hari ini Skara tidak hadir. Edgar dan Raya sendiri sudah mencoba mencari ke tempat yang mungkin Skara kunjungi. Namun tak membuahkan hasil.

Sampai Nantes pulang.

"Boy, apa kamu melihat Ara? Sampai sekarang Ara belum pulang." Tanya Edgar refleks begitu melihat putranya.

Nantes tidak menyahut, melirik pun tidak. Dia hanya terus berjalan menuju kamarnya dengan cuek. Apa-apaan Edgar ini, sudah tadi pagi membentaknya, sekarang bersikap biasa saja dan malah mengkhawatirkan Skara? Cih!

Di saat yang bersamaan, terdengar ketukan pintu.

Raya langsung berlari ke pintu, membukakan pintu yang ternyata ada Skara bersama Pavel. Raya langsung memeluk Skara. "Kamu kemana aja? Kamu bikin Mama khawatir."

"Kamu nggak papa, Ara?" tanya Edgar menghampiri Raya dan Skara yang masih berpelukan.

Skara tidak menjawab pertanyaan Raya maupun Edgar. Gadis itu hanya terdiam dengan wajahnya yang tampak tak berekspresi, yang tertuju pada cowok yang menghentikan langkahnya di tangga dan menoleh sekilas padanya.

Perhatian Raya segera tertuju pada Pavel. Orang yang tadi dia mintai tolong untuk mencari Skara. "Pavel, terima kasih banyak kamu udah nemuin Ara. Tante nggak tau kalo nggak ada kamu, gimana nasib Ara."

Pavel tersenyum sambil melirik Skara. "Sama-sama, Tante. Saya juga senang bisa bantu Tante nemuin Ara."

"Jadi kamu ketemu sama Ara dimana?" Edgar ikut bertanya pada Pavel.

"Tadi pas saya mau coba cari Ara di tempat les pianonya, nggak sengaja saya liat mobil Ara berhenti di—"

"Lembaga Permasyarakatan." Skara memotong penjelasan Pavel dengan cepat dan singkat. Hingga membuat orang-orang di sekitarnya—kecuali Pavel—dan termasuk Nantes yang masih tertahan di tangga terkejut mendengarnya.

*

"Buat apa kamu pergi ke tempat itu?" tanya Raya tidak suka begitu masuk ke kamar Skara. Skara yang sudah siap tidur terpaksa harus menundanya.

"Buat apa? Tentu aja buat ketemu Papa." Jawab sang gadis tanpa menoleh pada Raya.

"Nggak ada papa kamu lagi! Kamu punyanya papi! Papi Edgar!" tegas Raya.

"Tapi Ara dibentuk dari sperma papa Raska, bukan papi Edgar."

"ARA!" bentak Raya. Emosinya langsung muncul saat itu juga.

Skara diam. Rasanya sudah tidak ada sisa tenaga lagi untuk berdebat dengan Raya.

"Dengar Mama! Jangan lagi-lagi kamu bicara tentang pria brengsek yang sudah mempermalukan dan menyusahkan kita itu di depan papi kamu!"

"Kenapa? Mama malu kalo papi Ed sampe tau mantan suami Mama seorang napi?"

"ARA!" sekali lagi Skara dibentak oleh Raya, juga ditampar olehnya. Raya sungguh marah. Matanya sampai memerah. Nafasnya memburu.

Skara tersenyum sinis. Untuk kedua kalinya dalam waktu yang berdekatan dia kembali ditampar oleh mamanya sendiri.

"Sekali lagi kamu berani bahas itu, Mama benar-benar akan bunuh diri di hadapan kamu!" setelah memberikan ultimatum kerasnya pada Skara, Raya segera pergi dari kamar itu dengan membanting pintunya keras hingga menimbulkan suara yang cukup kencang.

Bersamaan dengan itu, matanya tanpa sengaja bertemu dengan mata Nantes yang baru saja akan memasuki kamar. Tak mau berlarut-larut, Raya segera berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Masih ada satu lagi yang harus dia kerjakan. Yakni mengarang cerita tentang alasan Skara tadi berada di depan lapas pada suaminya, Edgar.

Your WorstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang