61

1.4K 75 13
                                    

"Jadi semalem main berapa ronde?" tanya Reki yang langsung dilirik Skara tajam. "Ya elah, gitu doang melirik tajem. Lagian emang perut lo udah ada inangnya si Nates kan? Hati-hati, Ra, Nates ini kayak setan. Gue takut anak di dalem perut lo ntar juga kayak setan. Nggak kayak manusia—duh!" Reki kontan mengaduh ketika Skara menginjak kakinya lalu pergi begitu saja.

Pagi ini Skara dibuat kesal oleh Nantes karena ternyata Nantes memberi tahu soal dirinya dan Nantes yang menginap di hotel setelah diusir dari rumah. Tuh kan, Reki jadi meledeknya begitu. Padahal jelas-jelas semalam tidak terjadi apapun! Sejengkal saja, Nantes tak menyentuhnya. Nantes benar-benar menepati perkataannya meski tadi malam mereka tidur di ranjang yang sama.

Daren yang teringat kalau dirinya sedang ditunggu guru BK karena ketahuan nonton film bokep saat pelajaran PKN segera pergi mendului kedua rekannya. "Gue cabut duluan, bye!"

Sepeninggal Skara dan Daren, tersisalah hanya Reki dan Nantes saja. Reki paham, Nantes seperti menyimpan sesuatu. Sebuah masalah. Reki yakin bukan tentang berita kehamilan Skara yang sudah mewabah di SMA Adhyaksa, tapi hal lain. "Kenapa lo? Ada masalah apa lagi?" tanya Reki.

Nantes diam beberapa saat.

Benar dugaan Reki. Memang ada masalah dengan Nantes. Nantes telah kehabisan uang. Hanya dalam satu malam. Semua kartu kredit maupun debet yang dia punya diblokir. Pasti oleh Edgar. Tidak perlu ditanyakan. Untuk Nantes yang lebih suka membayar apapun dengan kartu, pasti kaget. Karena di dompetnya sekarang ini hanya tersisa lima lembar uang senilai seratus ribuan dan lima puluh ribuan enak lembar. Itu dia ketahui setelah membayar sarapan yang dia beli dari luar hotel. Makanya dia langsung check out sekalian tadi ketika berangkat ke sekolah.

Kenyataan pahit itu tentu Nantes rahasiakan dari Skara. Nantes tidak mau Skara tau dirinya dalam keadaan sulit. Malu lebih tepatnya. Untuk itu sekarang Nantes sedang berpikir keras bagaimana untuk melanjutkan hidupnya di luar rumah bersama Skara.

"Woy, gue tanya sama orang, bukan sama tembok!"

Nantes menegakkan tubuhnya sambil berdehem. Dia sungguh malu dan gengsi mau mengatakan yang sebetulnya pada Reki. Tapi kalau tidak pada sahabatnya ini yang belakangan suka merepotkannya, lalu pada siapa lagi Nantes akan minta tolong? "Gue kehabisan duit." Cara Nantes mengatakannya sungguh sangat lucu. Tidak berani menatap kedua mata Reki, mengusap hidungnya lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

Tawa Reki seketika meletus. "Jadi sekarang lo miskin?"

Nantes berdecak kesal. Menyesal telah bercerita pada Reki.

"Lo kudu banyak-banyak bersyukur, Tes, punya temen sebaik dan sekaya gue." Reki merangkul pundak Nantes sembari tersenyum penuh arti dan menenangkan.

*

"Jadi mulai malam ini kita nginep disini? Apartment-nya Reki?" tanya Skara begitu mobil yang dia naiki bersama Nantes berhenti di depan bangunan apartement. Bangunan apartment ini tidak seperti apartment yang pernah Skara dan Raya tinggali dulu. Ini lebih besar dan lebih bagus. Bisa dipastikan jumlah sewanya jauh lebih mahal.

"Hm." Nantes hanya menggumam, lalu segera keluar dari mobil, diikuti Skara.

"Uang lo udah habis?" tanya Skara lagi menatap punggung Nantes dengan curiga. Pasalnya, baru semalam mereka foya-foya, sekarang sudah pindah saja.

"Udah buruan masuk!" Nantes segera mendorong punggung Skara untuk segera memasuki hunian baru yang akan mereka tempati entah untuk sampai kapan.

*

Seminggu sudah Nantes dan Skara pergi meninggalkan rumah. Selama itu juga Raya tidak pernah bisa tidur. Bagi Raya, tidak ada hal yang membuatnya lebih marah dan sedih daripada harus terpisah dari Skara, satu-satunya yang tersisa dari keluarga kecilnya yang dia miliki. Sejujurnya sejak hari pertunangan Skara dan Pavel batal, Raya sudah mulai depresi. Depresinya kian jadi setelah Edgar mengusir putrinya. Memisahkannya. Padahal yang dia harapkan adalah Edgar berpisah dengan Nantes. Benar memang mereka berdua sekarang sudah terpisah, namun kenapa dia dan Skara juga harus mengalami hal yang sama? Raya tidak terima. Di tengah depresinya, Raya melampiaskannya dengan mengacak-acak kamar sambil berteriak-teriak hingga mengundang Sri yang sedang bersih-bersih di dapur.

Your WorstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang