Bab 15

18K 1.3K 14
                                    

Semenjak kejadian malam itu, Bian secara sepihak mendeklarasikan diri sebagai ojek pribadi Nara.

Apa lagi kalau bukan karena Bian takut hal buruk menimpa Nara lagi. Ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai hal itu terjadi.

Seperti hari ini, Bian sudah nangkring bahkan dengan tanpa dosanya ikut sarapan di kontrakannya.

"Bapak mau nanyain progress report sampe ke kontrakan segala." Nara yang baru saja memakai sepatunya menyapa Bian.

"Saya kesini bukan untuk bahas deadline. Saya mau jemput kamu. Mulai sekarang saya yang akan antar-jemput kamu ke kantor."

Nara menolehkan kepalanya 180' ke arah Bian. Mencoba mencari raut bercanda di wajahnya namun, yang ia dapati justru Bian yang membalas tatapan matanya tidak kalah mantapnya.

"Kenapa tiba-tiba, Pak?" Nara tampak tak suka dengan ide Bian.

Belum reda gosip dirinya dengan Bian di kantor gara-gara ulah Bian yang mem-posting foto Nara di akun instagramnya dan kali ini Bian berkata akan mengantar jemputnya.

Buang saja sekalian Nara ke kandang singa!

Ana yang mengetahui gelagat kedua temannya ini akan bertengkar memilih untuk menghindar.

Bukan apa, dia masih sayang dengan tubuhnya kalau-kalau ada gelas maupun piring yang nantinya berterbangan di kontrakannya.

"Btw Rezky udah di depan nih. Gue cabut duluan ya."

"Bi, jangan keras-keras sama Nara. Masih pemula doi." canda Ana mencoba mencairkan keadaan yang dihadiahi jempol oleh Bian dan tatapan tajam Nara.

Selepas kepergian Ana, Bian melanjutkan ultimatumnya, "Kamu gak lupa kan kejadian kemarin malam? Saya cuman gak mau terjadi sesuatu sama partner kerja saya. Kalau ada apa-apa kan nanti saya sendirian yang repot meng-handle urusan di Riau sana."

What the fun!

Ingatkan Nara untuk selalu berdzikir ketika di dekat Bian. Bian selalu pandai mempermainkan emosinya, membuatnya meledak-ledak tak karuan. Ia berjanji setelah ini akan memeriksakan tensinya.

"Terserah bapak sajalah." Nara memilih tak menanggapi lebih lanjut karena tahu akan percuma.

"Bagus. Memang kodrat perempuan itu patuh terhadap laki-laki, apalagi untuk hal yang baik." Bian mengatakannya sambil memasukkan suapan terakhir nasi gorengnya.

Memangnya apalagi yang bisa Nara harapkan dari seseorang yang pernah menjadi presma di kampusnya dulu selain, mengalah dan mengikuti semua perintahnya kalau tidak mau telinganya panas?

———————————————————————-

"Ciye yang sekarang punya ojol pribadi." Zia berteriak heboh ketika melihat Nara baru saja datang ke kantor.

"Siapa?" Nara pura-pura tidak tahu.

"Ya elu lah oneng. Emang gue. Gue sih mau aja diantar jemput Pak Bian tiap hari." Entah darimana datangnya Sheina, ia sudah berada di depan kubikel Nara sambil berkacak pinggang dengan satu tangannya memegang mug.

Nara bisa menebak kalau yang ada dalam mug Sheina adalah teh hangat. Sheina memang sesayang itu dengan teh.

"Lagaknya aja dendam, gak peduli, eh taunya malah balikan sama mantan. Gue kira lo tipe yang males mengulang hal serupa untuk kedua kalinya." Zia menyindir Nara.

"Apa sih maksud kalian? Gak paham gue." Nara mulai terusik dengan kesotoyan dua temannya itu.

Nara heran, sejak kapan dua temannya ini memiliki tingkat kekepoan tinggi seperti sekarang.

(Un) finished Business - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang