Bab 5

21.8K 1.6K 17
                                    

"Wetsah abis nge-date lo?" Zia langsung memberondong Nara ketika Nara baru saja meletakkan tas di mejanya.

"Nge-date pala lo. Abis jadi kacung gue. Nemenin Pak Bian liat apartement."

"Berarti lo tau dong dimana Pak Bian tinggal?" tanya Zia berbinar.

"Ini lo gak lagi nyogok gue buat ngasih tau kan? Kalo iya, mahal nih. Paling gak weist bag zara satu sih." tawar Nara.

"Preketek lo. Lo kata duit tinggal metik." Zia mendengus seraya kembali menekuri PC yang ada di depannya.

"Bisa aja kalo lo tanem. Ntar kita budidayain bareng. Coba tanya sama anak silvikultur." Nara masih getol menjawab.

Zia yang mendengar jawaban Nara hanya bisa mendengus kesal. Tak ayal curiga juga. Temannya yang satu ini memang sudah konyol dari lahir.

Tapi ditambah kekonyolan sekarang yang didapatkan setelah mengantar partner kerjanya -yang juga temen kuliahnya- membuat Zia tak habis pikir.

Apa jangan-jangan di apartement baru Pak Bian ada penunggunya?

Zia bergidik ngeri membayangkan hal itu.

"Kenapa lo geleng-gelang kepala? Mabok lo semalem?" ucapan Nara kembali menyadarkan Zia.

"Lo ini cantik-cantik kalo ngomong gak pernah diayak. Yakali gue mabok. Lo tuh yang ada mabok kan. Mabok pesona Pak Bian. Eyaaa..."

"Dih, ngapain gue mabok pesona dia. Lo ada-ada aja deh."

"Tapi ya juga sih ya, secara lo kan udah 4 tahun bersama, jadi pasti udah kebal lah ya sama pesona dia."

Nara yang malas menjawab ocehan Zia lantas menghidupkan PC-nya dan kembali berselancar di dunia maya.

Mengetikkan beberapa perintah yang kemudian muncul artikel berisi "Tips Membuat Alpukat Cokelat Kocok" di layar PC-nya.

Yah setidaknya membayangkan segelas alpukat cokelat kocok akan sedikit menghibur hati gersangnya.

———————————————————————

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Itu artinya jam pulang tinggal sebentar lagi.

Beginilah kalau kerja di instansi pemerintahan. Masuk Hari Senin-Kamis pukul 08.00-17.00 dan Jumat pukul 06.30-15.30 WIB.

Biarpun terkesan monoton namun, Nara sangat mencintai pekerjaannya. Butuh effort sampai akhirnya dia diterima bekerja disini.

Untuk itu pula lah dia tidak mau main-main. Selagi dia mampu pasti dia akan melakukan semaksimal yang dia bisa untuk kantor ini.

Termasuk dalam urusan kerjasama dengan IFC. Meskipun di satu sisi dia harus menekan egonya. Profesionalisme kerja tetap yang utama bagi Nara.

Baru saja dia hendak mematikan PCnya saat Bu Ambar masuk ke ruangannya tepatnya berdiri di depan kubikelnya.

"Nara, dari tadi saya tunggu di ruangan lho, berkas pengajuan banding pihak masyarakat adat sudah kamu kerjakan, kan?" Bu Ambar bertanya dengan raut muka was-was.

"Sudah kok Bu, Ibu mau saya print-kan sekarang?" Nara sudah bersiap akan menghidupkan kembali PCnya.

"Nggak. Cuman Pak Bian minta. Atau langsung kamu saja yang menghubungi beliau ya."

Belum Nara menjawab, Bu Ambar kembali melontarkan kalimat canda yang menurutnya justru tidak lucu sama sekali.

"Kalian ini lucu. Kan kalian yang mau kerjasama. Tapi malah saya yang dijadikan perantara. Pakai malu-malu kucing segala."

(Un) finished Business - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang