Part 18

1.7K 185 8
                                    

#Surviving_Suria
(Part 18)

Sepulang dari mengunjungi Murad, Rania mengajakku ke pasar untuk makan siang. Kebetulan letak pasarnya tidak jauh, jadi kami bisa kesana dengan jalan kaki saja.

“Ya Ranui, apakah Si Koujan itu tinggal di sekitar sini juga?” tanyaku berselidik. Berharap dia tidak mencurigai.

Kami jalan beriringan menyusuri trotoar yang berlubang di sana sini. Meskipun sudah bulan Oktober, tapi cuaca belum begitu dingin.

Aku hanya mengenakan jaket parasut berwarna merah yang dibelikan Murad seminggu yang lalu. Waktu itu dia bilang, bahwa musim segera berganti, jadi aku harus memiliki jaket dan baju tebal.

“Iya, dia tinggal di dekat pasar. Memangnya kenapa? Jangan bilang kalau kamu mau ke sana.” Wanita itu menghentikan langkah dan memicingkan matanya padaku, lalu kami jalan berdampingan

“Tidak. Aku belum segila itu, kok! Cuman biasanya kan, orang super kaya begitu suka tinggal di kota besar. Ngga ....” Aku belum selesai berbicara, sudah terpotong oleh Rania.

“Maksudmu, Maaloulla ini kampung, gitu?” Wanita itu memelototkan matanya yang berbola cokelat ke arahku. Otomatis kami menghentikan langkah sejenak.

Aku yang semula takut, jadi ingin tertawa. Kutepuk pundaknya sebentar.

“Nah kan, aku belum selesai ngomong, kamu sudah emosi duluan. Maksudku kota besar tuh, seperti Damascus gitu. Lagian, meskipun Maaloulla tidak sebesar dan seramai Damascus, tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan tempat ini,...” dan prianya.

Rania memang ketus, tapi sebenarnya dia baik, kok. Dulu aku sempat berpikir kalau dia akan menjadi Marwah berikutnya, ternyata perkiraanku salah. Nah, kalimat 'Jangan menilai buku dari bab pertama saja' mungkin ada benarnya juga. Mungkin.

Kami tertawa bareng lalu melanjutkan langkah.

“Ya Saruyi, apakah kamu ada rasa cinta sama Murad?” tanya Rania yang membuat tenggorokanku tercekat. Semoga tidak ada perubahan warna di wajah ini.

Setelah mengolah rasa sebentar, aku menjawab setenang mungkin.

“Ngga. Kami kan menganggap satu sama lain seperti adik kakak saja. Memangnya kenapa?”

“Ngga papa.Aku cuman mulai berpikir kalau Murad itu ada perasaan sama kamu. Ngga mungkin kan, kalau pria dan wanita saling menyayangi satu sama lain, hanya sebatas adik kakak?”

Untungnya kami sudah sampai di kantin langganan Rania. Jadi percakapan tak mengenakkan ini bisa diakhiri.

Kalau dilihat sekilas, mereka menjual tannoor. Rania menuju ke dalam untuk memesan makanan. Sedangkan aku duduk di meja terluar sambil memandangi jalanan pasar yang berdebu. Tak banyak orang berlalu lalang.

Selanjutnya kami menikmati makan siang dalam diam. Rania sibuk dengan gawai, sedangkan aku sibuk dengan sebuah rencana.

 Rania sibuk dengan gawai, sedangkan aku sibuk dengan sebuah rencana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SURVIVING SURIA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang