Part 36

1.8K 205 19
                                    

#Surviving_Suria#Part36💐💐💐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Surviving_Suria
#Part36
💐💐💐

Terlambat. Mereka bertiga sudah di foyer dan menatap ke arahku yang berdiri kaku di samping meja makan. Tak kusangka, kekagetanku memakan begitu banyak waktu. Senyum di bibir Thoriq lenyap seketika. Tapi, dia tampak menguasai keadaan, karena saat Rania memperkenalkannya padaku, wajah putih itu sudah kembali ke sediakala.

Tuhan, aku percaya pada-Mu. Semua yang akan terjadi, pasti yang terbaik untukku.

Kami berbincang sejenak tentang cuaca dan kabar. Aku berusaha bersikap senormal mungkin dan Thoriq pun demikian. Beruntung sekali ada Murad dan Rania, sehingga aku banyak terselamatkan. Sebelum terjadi hal yang mungkin tak diinginkan, aku pamit ke belakang untuk membuat kopi dan cemilan.

“Ya Hilwa, bagaimana hidup? Indah, bukan?” Suara bariton itu mengagetkanku yang sedang menuang kopi di cangkir.

Kuletakkan ibrik kopi di meja lalu membalikkan badan menghadap ke arahnya.

“Oh Tuhan...,” tanganku mengelus dada, “kamu mengagetkanku. Ya, hidup memang indah. Lebih indah dari yang dibayangkan.”

“Sangat tidak adil kan, terutama untuk wanita GAMPANGAN sepertimu,” ucapnya sinis. Tubuh berkaus hitam itu menyandar di tembok dapur. Matanya mengerling tajam.

Kulipat kedua tangan di dada dan menyaut, “Kalau kamu keberatan, silakan komplain sama Tuhan. Secara Dia penggenggam keadilan. Bukannya pada sesama kalian, yang hanya akan menambah beban pikiran.”

Canggungku hilang seketika, saat kata “gampangan” terdengar. Entahlah, mungkin saking seringnya aku mendapatkan kata itu, hingga bisa berefek sedasyat ini.

“Kamu pikir dengan bersikap sok suci, kamu bisa membersihkan diri? Atau hanya sekadar menghibur hati?” tukasnya lagi. Dia berjalan mendekatiku yang mundur selangkah.

Hening.

“Habibi, gawaimu berbunyi!” Ucapan Rania yang bercampur dengan suara heel-nya, membuat pria itu membalik badan lalu beranjak pergi.

Setelah mendengkus kesal, aku mulai menghangatkan kopi yang mulai dingin.

Apa yang akan dilakukan Thoriq? Apakah dia akan mengabari keluarga Omar? Tapi, untuk apa? Dengki pada kegampanganku atau kasihan pada kekejaman mereka?

Aku mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya pelan.

Suria, saat semua tampak membingungkan, serahkan saja pada Tuhan dan kamu akan berlimpah ketenangan.

***
Sudah dua minggu ini Amal tinggal di rumahku. Sepertinya dia kerasan. Dan yang terpenting, dia mulai dekat dengan Murad. Maksudku, mereka akan berangkat dan pulang kerja bersamaan. Seperti orang yang sedang ... dekat. Saat di rumah pun, mereka selalu asyik berbincang berdua, kadang suka mengabaikanku.

Rania dan Thoriq sudah menetapkan tanggal pernikahan mereka. Kami, terutama aku, senang mendengarnya. Namun, ada satu hal yang berubah di doaku. Semoga setelah menikah, mereka menjauh dari sini. (Yang sepertinya tidak mungkin, karena rumah orangtua Thoriq hanya setengah jam dari sini).

SURVIVING SURIA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang