Π SIX Π

7.5K 481 62
                                    

"Gue sengaja nyuruh Pak Jodi pulang duluan, biar Ralika pulang bareng gue. Bukan ngajak lo bertiga balik."

***

"El kita nggak balik, nih?" ucap Afdi. Sejak tadi mereka berdiri di depan kendaraan itu cukup lama, tapi tak ada tanda-tandanya El akan menawarkan untuk naik, malah dengan santainya menatap gerbang sambil memainkan kunci mobilnya.

El menoleh. "Kalian kalau mau balik, balik aja, ngapain nungguin gue."

Ketiganya saling pandang. "Jadi kita nggak pulang naik mobil lo, nih?"

"Nggak! lo semua pulang sendiri lah!"

Afdi langsung cemberut. El sama sekali tak mengijinkannya ataupun yang lain menaiki kendaraan berwarna hitam itu.

"Ya, terus lo mau bawa nih mobil sendiri, gitu? Ngapain coba nyuruh supirnya pulang naik taksi, kalau nyatanya nggak ngajak kita pulang bareng," celetuk Ardan.

El memandang ketiga temannya sambil berkacak pinggang. "Gue sengaja nyuruh Pak Jodi pulang duluan, biar Ralika pulang bareng gue. Bukan ngajak lo bertiga balik!"

Ilham yang mendengar penuturan El menepuk jidatnya. "Ealah, ternyata lo ogeb banget!"

El langsung menjitak kepala Ilham cukup keras. "Lo nggak nyadar lo ogeb juga!"

Ilham meringis, tangannya mengelus kepalanya. "Kalau nggak ogeb. Apa namanya? Sebelum bertindak seharusnya lo tanya dulu sama kita."

"Emangnya kenapa?" tanya El sedikit memiringkan tubuh. Walau sebenarnya ia merasa tak ada yang salah dari perlakuannya, sejauh yang dia tau, Cewek cenderung suka akan perhatian seperti ini.

Ardan mengedikan bahunya, mau menjelaskan pun rasanya El sudah terlanjur bertindak. "Tunggu aja, nanti lo bakalan tau."

El tampak berpikir dengan raut wajah menerka sambil melirik Afdi dan Ardan yang menatap ke arah gerbang. Sesaat kemudian, suara deru motor terdengar dan kebingungan El langsung lenyap saat melihat motor itu keluar dari pekarangan sekolah.

El tanpa sadar membuka mulut, bukan karena motornya melainkan seseorang yang ada di balik helm hitam itu. Ralika, cewek yang sejak tadi di tunggunya.

Ia nampak menggunakan celana training di balik rok abu-abunya dengan Helm berwarna hitam menutupi kepala. Sesaat cewek itu berhenti dengan jarak beberapa langkah dari mereka. Mata Ralika sempat melirik El sebentar, sebelum akhirnya menjalankan motor dengan kecepatan normal.

"Udah bekep tuh mulut," ucap Ilham, El spontan menutup mulutnya dengan wajah cengo, ia masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya tadi.

"Itu beneran Ralika?" tanya El memastikan.

"Bukan! Ya iyalah itu Ika, masa hantu!" balas Ilham gemas sendiri.

El masih menatap lurus jalan yang dilalui Ralika tadi. "Udah gue bilang 'kan, Ralika itu bukan sekedar cewek biasa. Dia itu cewek yang berjiwa cowok. Bahkan, beladirinya aja jago."

"Kalau beladiri sih, gue percaya tapi ini naik moge?!"

☁☁☁

Ralika berhenti tepat di depan sebuah rumah. Ia langsung melepas helm yang sejak tadi membuat kepalanya terasa berat, langkahnya dengan cepat memasuki sebuah rumah bercat putih yang tidak terlalu besar, namun sangat nyaman karena di kelilingi tanaman hijau di halamannya.

"Kamu sudah pulang, sayang?" Suara lembut itu membuat perhatian Ralika teralih, ia melirik ke arah ruang tamu. Di sana ada seorang wanita berumur sekitar tiga puluhan yang memiliki  potongan potongan pendek tengah mentapnya. Ia mendekati Ralika dengan senyum tipis setelah meletakkan majalah yang sejak tadi dibacanya.

RA-EL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang