Π TEN Π

6.3K 419 21
                                    

"Ya, teman-teman gue, sih, kagak mau semua bantuin. Tapi, karena gue orangnya baik plus ganteng jadinya gue berbaik hati membeli perlengkapannya."

***

Ralika baru saja meletakan kunci motornya di atas nakas, kakinya segera melangkah menuju kamar karena suara tangisan yang sejak tadi terdengar di gendang telinganya. Ralika berhenti disebuah kamar, membuka pintunya sedikit kemudian, menatap siapa yang ada di sana.

Niken seperti sangat kesusahan menenangkan balita berumur dua setengah tahun itu, walaupun dirinya berusaha sabar agar balita itu tidak menangis lagi, tapi malah tangisan itu semakin kencang.

Ralika membuka pintu itu sepenuhnya, sehingga terdengar bunyi decitan, saat itulah Niken menoleh, lalu tersenyum. Ralika mendekat, langsung mengambil alih sang adik yang ada dalam dekapan tantenya itu.

"Sini Tante biar Ika aja yang Gendong Nayla."

Sesaat setelah mendekap sang adik, tak ada lagi suara tangisan, malah sekarang Nayla nampak menatap Ralika dengan mata bulatnya.

"Memang cuma kamu yang bisa tenang dia kalau lagi gelisah." Niken sedikit menyentuh pipi Nayla.

Ralika sadar akan hal itu. Ia memang jarang sekali mempunyai waktu untuk adiknya itu karena kesibukan OSIS dan beladiri, tapi bukan hanya itu yang membuat Ralika jarang menghabiskan waktu dengan Nayla, ia jadi teringat akan satu hal.

"Makasih Tante, udah rawat Ika sama Nayla."

Niken tersenyum, wanita itu nampak menyentuh pucuk kepala Ralika dengan penuh kasih sayang. "Nggak usah makasih. Kalian berdua ini keponakan Tante, udah seharusnya Tante jaga kalian." Pandangan Niken beralih pada ponselnya yang bergetar, "Tante pergi dulu ya, klien Tante udah nunggu soalnya."

Ralika mengangguk, Niken tersenyum tipis lalu pergi meninggalkan kamar itu. Ralika masih tercenung, Niken memang tak pernah mengeluh sekalipun ia dan Nayla membuatnya repot.

Tantenya itu selalu menyayangi mereka dengan penuh kesabaran layaknya seorang ibu. Namun, ada satu hal yang mengganggu pikirannya, diumur Niken yang sudah kepala tiga, wanita itu belum ada tanda-tanda akan menikah, padahal Ralika tau Niken berhak mempunyai keluarga sendiri, dan yang menjadi penghambat dari semua itu adalah dirinya dan Nayla.

Saat melihat wajah polos Nayla Ralika jadi teringat akan kilasan memory hidupnya, yang bisa dikatakan sangat membekas di hati terdalam, sampai membuatnya menjadi Ralika yang sekarang ini.

"Kakak akan selalu ada di sisi kamu," ucapnya lirih, perlahan memajukan tubuhnya memeluk pelan Nayla yang sedikit menggeliat.

Hal itu berlangsung selama beberapa detik, hingga akhirnya suara bel membuat perhatian Ralika teralih. Masih setia menggendong Nayla, cewek itu menuju pintu. Dalam pikirannya menebak bahwasanya itu adalah Leli, wanita yang biasanya menjaga Nayla saat ia dan Niken tengah ada urusan.

"Hai!"

Ralika diam melihat siapa yang sekarang tengah berdiri di hadapannya dengan senyuman khas. Ternyata perkiraanya salah, kalau tau siapa yang datang, Ralika akan memilih tidak membukakan pintu saja.

"Kamu?"

El menyengir, menatap Ralika yang jelas-jelas tidak begitu suka dengan kehadirannya. Mata El beralih pada balita yang ada di gendongannya. Senyum El perlahan pudar digantikan dengan pikiran yang mulai nyeleweng.

"Lo ... udah punya anak, ya?"

Ralika spontan meninju lengan El cukup keras dengan satu tangan. Apa tidak bisa berpikir dulu sebelum bertanya?

RA-EL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang