"Menangis nggak ngebuat seseorang jadi lemah, kalau mau nangis nggak papa."
***
Keadaan membuat semua orang terdiam. Tatapan Hendra kini berubah, menatap wanita yang tak pernah dilihatnya selama beberapa tahun belakangan ini. Meskipun sudah lama, ia sama sekali tak banyak berubah, wajahnya masih cantik, cuman kini dia terlihat tak sesehat sebelumnya. Apalagi sekarang kondisinya terduduk di kursi roda dengan pandangan takut. Matanya bergantian melihat Niken, adiknya yang sudah berurai air mata.
"Mas, hentikan semuanya!" teriak Niken.
Ia tak tahan lagi. Selama ini dirinya diam, karena berharap kakaknya itu memiliki sedikit saja hati nurani, tapi sepertinya itu hanya harapan semata. Pecahan kaca yang disodorkan tepat di depan leher Ralika sudah membuktikannya, binatang buas akan tetap menjadi binatang!
El melirik keadaan sekitar sepertinya semua orang terbawa suasana. Ia mendekat perlahan mencoba menarik tangan Ralika, tapi tanpa disangka gerakannya ketahuan.
"Hei kamu!" Sekarang pecahan kaca itu terarah pada El.
Dirinya takut? Tidak sama sekali, entah mengapa ia sama sekali tak terintimidasi dengan tatapan pria itu. Dirinya bahkan semakin menarik tangan Ralika yang nampak syok dengan aksi El yang terbilang berani. Sekarang posisi mereka bergantian, El berada di depan Ralika dengan kaca yang tepat di kulit lehernya.
"El, lo gila!" teriak Ardan.
"Heh, mau jadi pahlawan kamu?" ucap Hendra terkekeh.
"Dariel kamu, apa yang kamu lakuin?" El melirik Ralika dari ujung matanya. Ini pertama kalinya Ralika memanggilnya dengan nama.
"Mas, sadar! Ralika itu anak Mas, dan ini, ini Kak Nilam, dia istri Mas, yang udah Mas buat koma dua tahun yang lalu!" teriak Niken masih tetap di tempatnya. Setia memegangi pegangan kursi roda.
Tatapan Hendra tak berubah, malah terlihat semakin kalut. Senyumnya terukir miring. "Kamu minggir! Saya mau bunuh anak sialan itu!"
"Nggak! Kalo Om mau bunuh dia Om harus hadapin saya!" El meneguk ludahnya melirik ke arah kaca yang membuat dagunya sedikit terangkat.
Hendrea terdiam sejenak sebelum akhirnya sebuah seringai terlihat di wajahnya. "Ya sudah, kamu duluan yang mati!"
"Tidak!"
Ralika langsung mendorong El ke sisi lain, tepat di hadapan Ardan yang langsung disambut cowok itu. Tak mau mengambil resiko El akan menghampiri Ralika lagi, Ardan dengan cepat menahan tubuh El dengan mengunci kedua tangannya seperti seorang polisi yang menangkap penjahat.
"Dan, lepasin gue!"
Ucapan El diabaikan Ardan.
"Tante ...,"
Pandangannya melihat ke Nilam, ia nampak terdiam dengan pandangan takut. "Ma."
"Lo akan mati!" desis Hendra semakin menempelkan pecahan kaca itu.
Mereka merapatkan mata, tak mau melihat kejadian selanjutnya.
"Tidak, jangan sakiti anak aku!" Tanpa diduga, sesuatu membuat mereka semua terkejut, terlebih lagi kini Hendra terhuyung hingga terjatuh. Serpihan kaca yang dipegangnya tak sengaja tergores pada Nilam, sehingga menimbulkan luka dibagian lengannya.
"Mama!"
"Kak Nilam!"
Nilam membentangkan tangannya lebar menatap penuh kemarahan Hendra yang dengan sekejap bangkit. Ralika kontan melihat kesatu titik, luka itu? Ingatan ini seperti 2 tahun lalu, sama persis. Ralika menatap punggung wanita itu sendu, Mamanya sudah mengingatnya? Apa benar begitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Ficção Adolescente"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...