"Terus maksud lo berusaha lagi, apaan dah gue nggak ngerti, ini masalah Rara 'kan?"
***
"Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu? Kayak ngeliat setan."
El masih setia mengikuti gerakan cowok itu sampai akhirnya ia terduduk di bangku semen yang tepat di atas kepalanya lalu menjulurkan kaki dengan rasa tak bersalah. El mengerjap beberapa kali, ia menatap Ardan yang kini sedang memejamkan mata dengan menjadikan tangan sebagai bantalan.
"Eh? Kok lo di sini?" Pertanyaan ini muncul saja dari mulut El.
Ardan membuka matanya. "Eh, lo kira ini tempat pribadi lo, ya gue juga mau ikutan bolos lah, lagian lo sendiri yang kasih tau kalau ada di sini."
El memiringkan kepalanya lalu berdiri menatap Ardan dengan sorot menuntut penjelasan. "Terus maksud lo berusaha lagi, apaan dah gue nggak ngerti, ini masalah Rara 'kan?"
Ardan tersenyum miring. "Penasaran lo ya?"
El berdecak, malah bercanda. "Eak, Dan, lo kalau ngomong jangan setengah-setengah lah, gue kepo nih."
Ardan tersenyum geli melihatnya, kalau membuat El penasaran itu sungguh suatu kesenangan. Asyik, setidaknya ia dapat traktiran, atau paling tidak isi kulkas El.
"Gue 'kan cuman bilang gitu, soalnya 'kan Ika singa betina."
El pikir apa, pada dasarnya ucapan Ardan sama seperti Afdi yang selalu membuatnya pusing, sudahlah El memilih duduk lagi sambil bersandar dengan salah satu pilar tepat di hadapan Ardan.
Ardan lalu berdiri sambil memasukan tangan ke dalam sakunya. "Tidur beneran 'kan?"
"Nggak, gue mati!"
Ardan langsung terkekeh mendengar ucapan El yang sarkatis. El masih setia menutup matanya, sama sekali tak terganggu dengan Ardan yang menyenggol badannya dengan menggunakan kaki. Kasar memang, padahal ia sungguh berharap Ardan tau sesuatu tentang masalahnya kini.
"El, ya elah lo kayak bocah deh pake ngambek, padahal gue tau sesuatu tentang Ika." El bergeming, palingan ucapan Ardan itu hanya omong kosong yang sengaja dikarangnya untuk mengerjai dirinya saja. Jangan harap El akan tertipu.
"Yaudah, Ika itu temen SD gue dulu loh, gue tau beberapa info."
El dengan cepat membuka matanya, Ardan yang sekarang pergi menjauh dengan acuh hanya mampu menahan senyumnya, meskipun posisinya kini sedang membelakangi El. Tapi, ia bisa tebak ekspresi El saat ini.
"Eh, Dan lo serius?!" ucapnya sedikit berteriak.
Ardan mengedikan bahunya. "Nggak mau ah, tadi lo ngacangin gue."
Rasanya ingin menggantung Ardan sekarang juga, sengaja, El bisa menduga itu. Tak heran dirinya harus mempersiapkan isi kulkas dulu nanti.
"Ardan kampret! Kasih tau gue nggak, balik lo, kasih tau gue!"
☁☁☁
"Seriusan itu anak yang gantiin Ika."
Lea menatap seorang cowok yang berharak sekitar 4 meter dengan pandangan tak percaya, mulutnya terbuka dengan mata yang melebar sempurna.
Yuni mengangguk tanda membenarkan, ia hanya memberitahu fakta bahwa siswa teladan sudah ditunjuk oleh guru BK kemarin, Yuni tau informasi itu ketika melihat mading sekolah sewaktu ingin ke kelas.
"Kok cungkring!"
Mulut Lea terlalu jujur untuk berkata seperti itu, tapi memang yang menggantikan Ralika jauh dari bayangannya. Ia berpikir kalau siswa yang akan menjadi Siswa teladan berikutnya adalah seorang yang punya kemampuan setidaknya setara dengan apa yang Ralika miliki. Tapi, dari penampilan luarnya yang seperti lidi, kacamata bulat dengan rambut poni, membuat Lea langsung membuang jauh-jauh pemikirannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Teen Fiction"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...