"Lo nggak niat bunuh diri 'kan? Sebaiknya jangan deh, kalo lo butuh sandaran sama gue aja, mau dipeluk, dielus, disayang-sayang, gue akan selalu siap sedia."
***
"Om izinin El ya."
El tak tau harus membujuk Bima dengan cara apa lagi. Sudah cukup ia harus menunggu selama setengah jam karena Alex dan Neta ada di sana. Bima sempat bertanya apa alasan El menemuinya, tapi dia sama sekali tak memberitahu alasannya sampai Alex dan Neta pergi. Sekarang cowok itu mati-matian membujuk pria itu agar menyetujui permintaannya.
"El Om tidak bisa mengizinkan kamu, karena keperluan kamu sama sekali tak terlalu penting," jelas Bima.
"Ayolah Om, Rara butuh El." El memasang mata berbinar-binar, meskipun percuma.
"Butuh? Yang ada lo itu ngerecokin di sana, lagian sebentar juga bel pulang bunyi. "El menatap Mona sengit, dengan santainya ia berkata seperti itu sambil memakan kue kering.
"Bang, lo kali ini dukung gue kek."
Mona menaikan bahu acuh. "Nggak mau, salah sendiri lo seneng banget gue pergi."
El menghembuskan napas pelan. Keberangkatan Mona memang sekitar 3 jam lagi, dan itu diantar oleh papanya. Seharusnya sebagai saudara yang baik El ikut, tapi karena ada yang lebih penting, yaitu masa depannya Mona sendiri terlupakan. Sepupu kejam!
"Eh, lagian kenapa lo nggak telfon mama, tanya keadaan mamanya Ika gimana. Lo ke sana 'kan buat jenguk dia, bukan anaknya," ucap Mona mengejek.
"Sudah, El kamu sekarang kembali ke kelas kamu, dan ikuti pembelajaran."
Walau dalam hati ia sama sekali tak berniat belajar, El akhirnya mengangguk saja lalu berjalan lesu menuju kelasnya. Hanya berjarak sekitar 2 kelas ia berhenti, sudahlah walaupun kelas, tak 'kan ada yang masuk ke otaknya. Terlebih lagi bel pulang akan segera berbunyi.
Tubuhnya berbalik, menuju arah lain. Kantin.
"Bu, mie ayamnya 1 ya, ayamnya dibanyakin, micinnya nggak usah ditambahin." Sebagai generasi muda yang baik, El paham sumber utama yang membuat anak muda agak ngawur adalah micin. Termasuk dirinya sendiri.
"Rara gimana ya? Pasti bahagia banget mamanya sadar," gumam El," tapi ada benernya juga kenapa gue nggak hubungin Tante."
El dengan cepat mengambil ponselnya lalu mencari salah satu kontak. Ia sengaja memilih video call, setidaknya bisa melihat bagaimana wanita yang telah melahirkan putri awannya itu dengan mata yang sudah terbuka.
Tersambung! Tapi sepertinya tidak diangkat oleh Nadya, El menghubungi kembali, dan sambungan kedua sengaja diputus.
Tante sekarang lagi ngurus pasien, jadi nggak bisa angkat.
El mendesah kasar saat membacanya dengan sekali pintas, pastinya Nadya bukan hanya mengurus 1 pasien saja. El kembali mengetik sesuatu.
El cuman mau tanya Tante gimana keadaan mamanya Ralika.
Terkirim!
Kali ini waktunya cukup lama. Sampai 5 menit tantenya itu belum juga mengirim balasan, hingga senyumnya merekah saat ponselnya berbunyi kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Teen Fiction"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...