"Tuh, Ra. Kepala sekolah aja udah ngasih restu buat kita, tinggal resmiin aja."
***
El memejamkan matanya menikmati hidup yang kadang menyenangkan. Tidak ada pelajaran matematika yang memenuhi kepalanya, tidak ada ocehan dari guru yang super duper galak seperti Bu Wike.
Free class menurutnya hal yang sangat membahagiakan, rasanya seperti di atas awan. "Gue bosan di kelas mulu."
El membuka matanya menoleh ke kanan dimana Afdi sedang menekuk wajahnya. "Mendingan kita ke lapangan basket aja ngeliat pertandingan," ucapnya lagi.
"Kalau lo mau ke lapangan, ke lapangan aja," Pandangannya berubah memandang Ilham dan Ardan, "lo berdua juga bisa ikut. Gue mau tidur di kelas, lumayan free class capek begadang semalam."
Afdi berdecak. "Ya nggak seru kalau lo nggak ikut 'kan jadi nggak lengkap, Emgansi."
"Emgansi? Apaan tuh?" bingung Ardan.
"Empat cogan bergengsi," ujar Afdi menaik turunkan alis.
Ardan bergidik melihat tingkah Afdi. "Jijik gue ngeliat lo kayak gitu."
El masih menatap ketiga temannya, malas, memindahkan kedua tangannya menjadi bantal. "Kalian kalau mau kelapangan, kelapangan aja. Nggak usah pakai nama apa itu ... terasi?"
"Emgansi El!" tegur Afdi.
"Nah itu ... terserah mau namanya apa, buruan sana, gue mau pulesin tidur di sini."
El kembali memejamkan matanya. Afdi menganggu saja, padahal ia sedang memimpikan Ralika yang tersenyum manis padanya.
"Ya kalau lo nggak mau nggak papa biar kita aja." El masih setia memejamkan mata dengan kepala tersandar di kepala kursi, "padahal yang jadi wasitnya Ika."
Mendengar nama itu, El seketika membuka matanya. Menatap Afdi yang berwajah pasrah, seperti tak ada harapan. "Serius lo?" tanyanya memastikan.
"Ya seri-"
El langsung beranjak dari duduknya sebelum Afdi melanjutkan kata-katanya. Cowok itu langsung berdiri, berjalan keluar kelas meninggalkan ketiga temannya yang masih melongo melihatnya.
"Duh tuh anak gilaran cewek aja cepat. Katanya ngantuk!" ujar Ardan sambil menggeleng heran.
"Ya namanya lagi usaha," balas Ilham.
Ketiganya terdiam sejenak. Sesaat kemudian mereka keluar dari kelas menyusul El yang sudah mendahului mereka.
Sesampainya di lapangan El mengedarkan pandangan ke sekeliling lapangan yang nampak ramai. Matanya terus mencari keberadaan Ralika.
Fokusnya terhenti pada satu titik di mana Ralika sedang berdiri memakai baju kaos berwarna biru dilengkapi celana training hitam, tak lupa di kepala cewek itu terpasang topi dan di lehernya juga terdapat peluit.
Tapi, ada hal yang tak disukainya, di sana ada seorang cowok dengan seragam basket yang nampak berbicara dengan Ralika sambil sesekali tersenyum. Walaupun ekspresi Ralika tampak datar, tapi tetap saja ia tak suka melihat itu.
"El!" El menoleh ke belakang. Afdi, Ardan, dan Ilham mendekat.
"Ngeliatin apaan? Ika ya?"
El menatap lurus, masih dengan pandangan tak suka. "Siapa tuh cowok?" tanya El tanpa menjawab pertanyaan Ilham. Ketiganya mengikuti arah pandang El yang seolah tak bersahabat.
"Oh itu. Dia namanya Alex, Ketua OSIS kita sekaligus kapten tim basket," jelas Afdi.
Iham melirik El yang masih setia pada tatapan datarnya. "Udah nggak usah jealous gitu. Ika 'kan waketos, jadi wajarlah mereka mungkin lagi bicarain soal OSIS. Mendingan kita duduk di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Ficção Adolescente"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...