Π TWO Π

11.9K 657 87
                                    


Dia,

Ralika Caitlin Andara

***

Terhitung, ini adalah hari ketiga El bersekolah di SMA Dharma. Ia juga sudah banyak tahu tentang sekolah ini sekarang, belum lama ini di kelasnya sudah banyak cewek-cewek yang antre berkenalan dengannya, bahkan, tak sungkan memberi hadiah ataupun surat.

Pembawaan sifat El yang supel dan mudah bergaul, membuat orang lain merasa tak canggung padanya, meski baru kenal. Hal itu juga membuat kebanyakan dari mereka sering menyalahartikan sikapnya yang murah senyum, beberapa menganggap kalau El playboy.

Padahal yang sebenarnya ... hanya dirinya dan Tuhan yang tau.

Tapi, El tetaplah El. Di sekolah baru maupun sekolah lama cowok itu selalu bertingkah sesuka hati, kadang tak jarang ia menjahili teman sekelasnya atau menggoda guru perempuan dari yang muda sampai yang punya anak empat malah.

"Btw, nggak ada apa gitu hari ini, gue malas ke kantin, pasti rame."

"Ya wajarlah rame, orang jam istirahat," timpal Ilham.

Ardan menatap El. "Ngaku aja, lo ngindarin cewek-cewek yang mau kenalan sama lo 'kan."

"Ya itu salah satunya, digerumbungin kayak gitu, panas."

Ardan memutar bola matanya. "Ya kalau nggak mau di gerumbungin. Kenapa lo kasih mereka harapan palsu?"

"Harapan palsu? Perasaan gue nggak ngasih harapan sama mereka."

"Terus lo senyumin mereka sambil ngedipin mata. Menurut lo mereka nggak baper?"

"Ye gue kagak tau kalau soal itu, gue orangnya emang kayak gini," sahut El dengan santainya.

Ilham berdecak. Ia langsung berdiri di tengah-tengah Ardan dan El---berupaya memisahkan keduanya sebelum mereka saling tonjok, tak lucu kalau dua orang ini babak belur karena alasan tak penting.

"Aduh ngapain malah ngomongin itu sih, mendingan sekarang kita ke lapangan, kita main basket di sana, gimana?" tanya Ilham.

"Nah, ide bagus, gue udah lama nggak main basket," balas Afdi berbinar-binar.

Mereka melangkah menuju lapangan basket. Untungnya lapangan basket hari ini tidak seramai di kantin, bahkan, nyaris sepi, hanya ada tiga orang di sana. El memicingkan mata saat melihat tiga orang berada di tengah lapangan.

Dua orang laki-laki yang sedang push up, dan seorang perempuan dengan rambut diikat satu ke belakang yang berdiri sambil gerakan mulut yang menghitung, tak hanya itu ia terlihat memegang buku kecil dan sebuah pena tersampir.

"Ham, itu mereka ngapain?" tanya El tanpa mengalihkan pandangan.

Ketiganya mengikuti arah pandangnya, lalu detik berikutnya melempar pandang, seolah menentukan siapa yang harus memberi tau.

"Itu mereka pasti lagi kena hukuman," celetuk Ilham cuek, seolah itu adalah hal biasa.

El masih terfokus ke arah 3 orang itu. Ia memperhatikan cewek dengan rambut terikat dengan berwajah datar itu lekat-lekat. "Kok yang hukum cewek?"

Afdi sedikit menonjok pinggang El lalu melihat ke arah lapangan, waspada, sedangkan El meringis sambil memegangi pinggangnya yang dipukul tiba-tiba. "Lo ngapain sih, nonjok gue?!"

"Lo jangan kenceng-kenceng, nanti Ika denger gimana? Bisa berabe!" bisik Afdi.

"Loh emangnya kenapa?"

RA-EL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang