"Kalau gue tembak lo, apa yang bakal lo jawab?"
***
"Nayla." Ralika baru saja yang pulang dari sekolah. Tujuannya ingin langsung masuk ke kamar dan mempersiapkan diri untuk latihan karate sore ini, tapi perhatiannya langsung tertarik pada Nayla yang tengah duduk di lantai sambil memainkan bonekanya.
"Bi Leli ke mana?" Pandangan Ralika mengedar, mencari keberadaan wanita itu.
Sedikit ragu untuk mendekat, cewek itu menatapi Nayla selama beberapa saat sebelum akhirnya mendekat lalu berjongkok. Balita itu spontan menatapnya lalu tersenyum sambil menampilkan 2 buah gigi yang tumbuh di bagian bawah.
"Kakak."
Ralika terdiam, padahal tak ada yang dirinya lakukan tapi balita itu malah tertawa dan kakak? Hatinya berdesir mendengarnya.
"Lo tau senyum itu ibadah, dengan senyum berarti bahagia,"
Otaknya memutar kembali perkataan cowok itu, hingga tanpa sadar tangan kanannya terulur mengelus pipi gembul Nayla yang masih menampakkan senyum. Setelahnya Ralika menarik Nayla dalam dekapan. Matanya terpejam, merasa baru kali ini dia merasa begitu dekat dengan adiknya tanpa perasaan bersalah.
"Kakak benar, Ralika emang berubah, tapi nggak dengan hatinya." Niken menatap lurus dua orang keponakannya itu dengan senyum merekah di balik tembok yang berbatasan dengan dapur.
"Kakak cuman nggak mau, kalau anak hebat kakak terbayang masa lalu yang kelam," balas Nilam.
☁☁☁
"Ini kenapa masih latihan, sih? Kan bentar lagi HUT, gue harus nyiapin stamina buat tampil," ucap El protes.
Ucapannya adalah fakta. Padahal tidak ada pertandingan apapun, tapi basket tetap berlangsung di tengah beberapa hari lagi rencana sekolah.
"Lo nggak usah protes, ini latihan terakhir kok sebelum HUT sekolah," balas Alex datar.
Tetap saja. Seharusnya kini ia sedang berutak dengan penguatan lagu yang akan dibawakan, sekaligus rencana apa yang akan dilakukannya nanti.
Entah apa yang menarik El menatap lapangan samping. Gerombolan anak berpakaian serba putih dengan sabuk warna berbeda mulai berdatangan. Langsung saja otaknya memutar, dengan mata sambil mencari, lalu menangkap seorang yang tengah berjalan sambil menyandang tas besar berwarna hitam.
"Nggak papa deh, ada Rara."
Alex yang tengah duduk tak sengaja mendengar gumaman El, ia langsung melihat ke arah pandangan cowok itu. Beberapa detik, tatapan Alex terlempar ke arah lain, ia segera mengambil bola basket di sampingnya dan langsung melemparnya asal ke tengah lapangan.
El menarik matanya, melihat ke samping lalu tersenyum miring. "Kenapa lo? Kerasukan?"
"Ayo semuanya fokus latihan!"
Tanpa memedulikan perkataan El, Alex menepuk tangannya beberapa kali, mencoba mengalihkan perhatian para pemain agar menatapnya.
"Seru juga sih, manasin dia," gumam El sebelum akhirnya beranjak, menyusul barisan.
Dari lapangan area karate, Ralika tak bisa menampik kalau matanya sejak tadi sesekali menatap ke arah sana meskipun ia berusaha fokus mencontohkan gerakan-gerakan bagi adik kelasnya.
Dimulai dari peregangan hingga lari keliling lapangan, matanya selalu berpapasan dengan El. Napasnya tertarik, mungkin efek cowok itu sudah mempengaruhi tingkat konsentrasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Teen Fiction"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...