"Aduh Ra, gue nggak mungkin mikir kayak gitu, biar gimana pun gue cowok baik yang nggak mungkin berpikir licik."
***
El setia menjadi penonton disaat Ralika sibuk mencari kabel dan beberapa colokan. Sesekali ia terlihat menepuk tubuhnya sendiri karena sedari dihinggapi nyamuk. Bau seperti serbuk kayu menyeruak, tapi anehnya Ralika sangat tenang mencari tanpa sedikitpun menunjukan sikap tak nyaman dengan sekitar, seolah ini adalah hal biasa.
"Udah dapet belom, Ra?" tanya El.
Ralika melirik El sekilas. "Saya tidak meminta kamu ke sini dan menunggui saya, lebih baik kamu pergi kalau merasa tak nyaman di tempat ini."
Kalau untuk urusan luar Ralika sangat peka. Tapi kalau hati sulit rasanya. El mengetuk-ngetuk kakinya ke lantai yang sangat usang itu, menunggu tiap detik sampai akhirnya Ralika berdiri dengan beberapa peralatan yang menumpuk di tangannya.
"Udah 'kan Ra?" Ralika mengangguk.
El langsung berlari ke pintu. Tepat beberapa langkah dari pintu, El langsung berhenti, ia ingat betul sama sekali tak menutup pintu itu. Sudahlah ini bukan saatnya berpikir yang tidak-tidak, yang terpenting ia harus keluar dari ruangan menyebalkan ini.
"Eh, kok di kunci."
"Di kunci?" Ralika berada di belakang pun bertanya.
"Iya, di kunci, Ardan oy lo di luar 'kan? Bukain, woy! Lo mau ngerjain kita ya, Dan suer deh becanda lo nggak lucu!"
Tak ada sahutan dari luar walaupun El sudah menggedor-nggedor ruangan itu berulang kali. Ia bisa memastikan kalau Ardan sudah tak ada lagi di luar.
Ralika meletakan benda di tangannya ke lantai, ikut bergabung bersama El mengetuk-ngetuk pintu, lalu dicoba lagi memutar knop pintu. Tetap tidak bisa.
"Ini kenapa bisa di kunci? Apa kamu sengaja membiarkan kita terjebak di sini." Ralika langsung menuduh.
"Aduh Ra, gue nggak mungkin mikir kayak gitu, biar gimana pun gue cowok baik yang nggak mungkin berpikir licik."
Sedikit tak yakin dengan kata terakhir, El menggaruk tengkuknya. Kalau urusan PDKT, ia juga pilih-pilih tempat lah, masa di gudang!
"Kamu yang di luar saya tidak ingin bercanda cepat buka atau tangan dan kaki kamu bakal patah!"
El meneguk salivanya susah payah mendengar ancaman Ralika, untungnya kejadian ini bukan karena rencananya. Tapi, kecelakaan? El tak yakin, ia tak tau kalau Ardan memiliki sisi jahil juga.
"Eh Ra mau ngapain?" El spontan mengedepankan tangannya saat Ralika mengambil ancang-ancang ingin menobrak.
"Saya mau kita keluar dari sini!"
"Iya, tapi nggak perlu didobrak, kita cari cara lain." El melirik sekitar, mencoba mencari alat yang sekiranya bisa membuka pintu ini.
Ralika memperhatikan itu hanya mengangkat alis saat El menggapai sebuah kawat besi berukuran hampir sama dengan jepit rambut.
"Kita pake ini aja biar aman." El mulai melancarkan aksinya. Ia kira bahwasanya dirinya cukup pintar, tapi sepertinya itu hanya khayalan.
Kenyataanya benda itu sama sekali tak berpengaruh apa-apa, salahkan knop pintunya kenapa sudah berkarat.
"Aw ...."
Mungkin saking semangatnya El tanpa sadar menggores tangannya sendiri hingga mengeluarkan sedikit demi sedikit darah segar.
Ralika refleks berjongkok langsung menarik tangan cowok itu. El mengerjapkan mata beberapa kali, mungkin baru kali ini Ralika berinisiatif memegang tangannya, biasanya selalu El dan berakhir dengan tangannya yang di tepis.
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Teen Fiction"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...