"Alex nggak coba jadi pahlawan kesiangan 'kan tadi?"
***
"Loh duduk dulu, gue cuman mau ngobrol doang kok sama lo, siapa tau lo bisa tenang."
Ralika sama sekali tak beranjak, cewek itu terus menatapi tangan El yang menepuk-nepuk ke samping. Dalam kondisi seperti ini Ralika masih tak mempercayai apapun. Tangannya terkepal seketika, pikirannya tertuju akan suatu hal, mungkin cowok ini ada di sini hanya ingin melihat sisi lemahnya. Kasihan? Ia tak butuh!
"Saya nggak butuh, buat apa kamu ke sini, kamu tau 'kan saya ini anak narapidana, kenapa kamu terus-terusan ganggu saya?!"
El sempat terdiam mendengarnya, ia cukup kaget akan perkataan Ralika yang langsung dengan nada tinggi. Tapi, El paham betul kondisi cewek itu. "Saya nggak butuh kasian kamu!"
Ralika berbalik, seharusnya ia tak begitu saja terbawa emosi. Baru saja berjalan selangkah El berteriak, "tapi yang narapidana itu bokap lo bukan lo-nya!"
Langkah Ralika terhenti, lalu seketika memejamkan mata berusaha meredam emosinya. Seperti yang selalu mamanya bilang, kalau emosi akan memperburuk keadaan, dan Ralika tak mau itu sampai terjadi, yang ada semuanya akan kacau.
"Kamu-"
"Eits, Ra, sekali ini aja percaya sama gue, gue nggak ada niat jahat kok, beneran nih," potong El langsung dengan berusaha menyakinkan
Perkataannya kali ini memang benar adannya. Ya walaupun sebagian ia masih harus bertanya pada mbah google. Oke, El memang selalu saja bisa menggait banyak cewek dengan mudah, semudah menjentikkan jari, tapi untuk Ralika? Itu rasanya sangat sulit, apalagi Ralika memang bukan cewek sembarangan. Mungkin karena itu El sayang.
Ralika akhirnya mendekat lalu terduduk dengan pandangan masih setia seperti biasanya, datar. Tapi dengan jarak yang bagi El sangat jauh, setidaknya dua langkah besar.
"Kok nggak deket?" tanya El.
"Cepat bilang apa yang mau kamu katakan!" ucap Ralika tegas.
El menarik napasnya kemudian tersenyum. "Yaudah deh nggak papa. Ra, lo tau nggak kemarin Afdi jalan sama Lia padahal dia bilangnya suka sana Yani."
Ralika menoleh, apa cowok itu salah bicara? Masalahnya, bahkan sangat tidak ada hubungannya dengan apa yang dikatakan El. "Jadi apa hubungannya dengan saya?"
"Ada, lo tau nggak, gue nggak pernah yang namanya pacaran? Dan gue maunya yang jadi pacar pertama gue, cewek yang kuat, tapi berhati kayak sutra."
Ralika sama sekali tak berniat menatap El, ia tau arah pandang cowok itu sekarang menatap dirinya.
"Apa kamu cuman bisa bicara omong kosong?" Ralika kembali menegakan tubuhnya.
"Tapi omong kosong itu biasanya bisa mengalihkan pikiran kita dari masalah, itu kata mama gue loh."
Ralika menoleh dengan tatapan berbeda.
"Kamu bilang itu kata mama kamu 'kan?" Kali ini Ralika yang bertanya. El mengangguk cepat.
"Iya, mama gue pernah bilang kalau sumber utama masalah itu terletak pada pikiran seseorang, jadi dari pada mikirin masalah lebih baik dengerin omong kosong gue 'kan?" El terkekeh sendiri. Perlahan cowok itu bergeser sedikit demi sedikit tubuhnya, mendekati Ralika.
Dan saat jarak mereka hanya berkelang satu langkah kecil, El merentakan telapak tangannya. "Jadi mau nggak dengerin omong kosong gue?"
Ralika terdiam sesaat menatap telapak tangan El yang berada di sampingnya, sampai akhirnya ia berdiri. "Saya ganti baju dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Teen Fiction"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...