1,
"Udah nggak marah lagi 'kan?"
***
Guru seringkali membuat murid langsung pusing hanya dalam satu ucapan saja. Seperti ulangan mendadak! Bu Wike tak tanggung-tanggung memberikan soal, katanya cuman 2 tapi satu soal beranak-pinak dari a sampai f.
El menggaruk tengkuknya, dengan mata yang menoleh ke samping. Dirinya berada di depan sekarang, Afdi di tengah bagian belakang, Ardan dipojok sebelah kanan, sedangkan Ilham di depan sebelah kiri. Baiklah, Bu Wike sepertinya memang sengaja membuat mereka berjauhan.
"Ilham, jangan menghadap belakang."
El berkedip beberapa saat, haruskah ia bertepuk tangan? Padahal Bu Wike sedang menulis sesuatu di sebuah jurnal, tapi dirinya seolah tau keadaan sekitar.
"Ini cari determinannya gimana, sih?"
Tak pernah terlintas dalam pikiran El untuk tau rumus-rumus ini. Semalam ia sibuk dengan video game terbarunya, hingga larut malam.
Bibirnya sedikit tersungging, sesaat setelah ponsel Bu Wike berbunyi, wanita itu mengangkatnya lalu keluar ruangan, sebenarnya tak benar-benar pergi, hanya berada di depan pintu, namun hal itu merupakan peluang untuk mendapat kunci jawaban. Kelas berubah lebih berisik, dengan suara bisikan.
"Lin, no 2 apaan?"
"Dan, angkat soal lo, biar keliatan."
Karena teman-temannya ditempat yang jauh semua. El berdesis, memanggil kemoceng di sampingnya. Dengan isyarat meminta jawaban, mau tak mau cowok berkacamata bulat itu langsung mengangkat soalnya. Kalau tidak, bisa dipastikan dirinya akan habis dikerjai.
Tak bertahan lama, guru itu masuk kembali. Semua kembali menghadap ke depan, pura-pura mengerjakan.
El menatap Bu Wike dengan kepala sedikit tertunduk. Jarinya bersiap menghitung.
"Hitungan ketiga, hp-nya bunyi lagi, satu dua ti ...,"
Tringggg!
El diam-diam bergumam yes, kalau seseorang menerima telfon lebih dari satu kali biasanya sebentar lagi akan pergi. Ya ia belajar hal itu dari Mona tentunya.
"Bagaimana, apa sudah selesai?"
"Belum!" Semuanya kompak menjawab.
"Belumlah Bu, ini 'kan baru lima menit!" seru El.
Bu Wike menatap garang El. "Lima menit gundulmu, ini udah terhitung lima belas menit!"
El menyengir. "Saya nggak ngitungin jam, ngitungnya soal dari ibu ini. Ibu diem sambil nulis tadi, ngitungin jam toh, hebat!"
"Pinter banget temen gue!" balas Ilham, bertepuk tangan bangga. Ardan angkat tangan, seolah berkata, dua-duanya bukan temannya.
Keadaan kelas seketika ricuh. El menggaruk tengkuknya, serius ia tadi tidak berniat melucu.
Satu helaan panjang terhembus keluar dari mulut Bu Wike, ia menoleh keluar. Berharap ada seseorang yang akan menggantikannya mengawasi kelas ini selagi dia ada urusan.
"Zeno!"
Zeno yang membawa LKS di tangannya berhenti, ia menoleh ke dalam lalu masuk ke kelas iti atas isyarat dari Bu Wike.
"Kamu, bisa 'kan gantiin saya ngawasin mereka ujian, sebentar saja, nanti saya akan bilang sama guru yang mengajar di kelas kamu nantinya."
Zeno perlahan menoleh, menatap seisi kelas. Pandangannya terkunci pada El yang memandangnya dengan senyum miring tampak mengerikan baginya, Zeno seketika tertunduk. Ia mencari alasan kembali untuk menolak, mengawasi kelas para penyamun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-EL✔
Teen Fiction"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat naman...