Chap 3

2.2K 336 57
                                    

Cinta bukan hanya sebuah perasaan. Cinta adalah seni. Dan seperti seni apapun, cinta tidak hanya membutuhkan inspirasi, melainkan juga banyak kerja keras

-Adultery, Paulo Coelho-

.

.

.

"Kau benar-benar akan pergi?"

Sepasang manik bulat itu hanya menatap sosok sang kekasih dalam diam. Tidak lagi merasa terkejut ketika melihat Dohoon telah berada di kondo miliknya ketika mentari belum menyapa, bahkan keduanya sempat berbagi kecupan basah yang cukup intim sebelum Jaejoong menghentikannya.

Melihat Jaejoong yang sama sekali tidak mengindahkannya, bahkan seolah-olah menganggapnya kasat mata sempat membuat Dohoon jengkel bukan main. Dohoon pikir masalah mereka kemarin-kemarin telah selesai ketika Jaejoong sama sekali tidak menolak cumbuannya, namun kini keadaan jauh dari apa yang diduga sebelumnya.

"Kim Jaejoong!" serunya tak dapat menahan diri.

Jaejoong hanya melirik tenang Dohoon usai mengemas seluruh barangnya ke dalam dua buah koper besar "Memangnya kau ingin aku melakukan apa, Dohoon? Aku adalah pria yang memiliki pekerjaan." balas Jaejoong seadaanya dan kembali melangkah ke arah kamar untuk memastikan segala keperluannya.

"Tidak bisakah kau diam dan temani aku sebentar saja?"

"Aku harus segera pergi," balas Jaejoong tak perduli seraya mengganti pakaiannya, bahkan memperlihatkan dada telanjang terbalut beberapa ukiran tatonya tanpa malu.

"Sesibuk itukah dirimu? Aku bahkan meluangkan waktu berhargaku untuk mendatangimu, Jaejoong."

Sesaat pergerakan Jaejoong yang mengancingkan kemejanya terhenti, air wajahnya kian kental menampilkan raut datar "Tidak biasanya. Apakah wanita yang diperkenalkan orang tuamu tidak memuaskanmu?"

"Kim Jaejoong!" Dohoon sama sekali tidak menyangka jika ketajaman lidah Jaejoong akan terasah dengan baik dan sangat menyakitinya. Meski begitu Dohoon sempat terkejut karena Jaejoong mengetahui soal wanita yang diperkenalkan keluarga kepadanya.

Perlahan Jaejoong memfokuskan diri pada Dohoon "Bukankah kau hanya akan membuang waktu berhargamu? Lagipula aku juga hendak pergi ke bandara."

Alis tebal itu tertaut dalam "Proyek di luar negeri? Kenapa kau tidak memberitahukannya padaku, Jaejoong?"

"Kupikir kau sudah tidak peduli."

Dohoon tidak dapat lagi menahan segala amarah dalam dirinya "Aku peduli! Apapun yang terjadi padamu, bahkan jika itu menyakitimu... aku sangat peduli, Jaejoong!"

Tiba-tiba saja tawa sinis itu mengalir diantara bibir ranum Jaejoong "Jangan membuatku semakin kagum oleh bakat aktingmu, Dohoon. Mari kita ulang kembali apa yang terjadi padaku yang sempat dilaporkan oleh seorang wanita binal hanya karena tanpa sengaja menyentuh bokongnya saat aku mabuk? Apakah kau berada di sana untuk membelaku? Kau menemaniku pada saat-saat berat itu? Apakah kau menghiburku yang sempat depresi karenanya?"

Kembali raut wajah rupawan itu mengerut penuh cemooh "Kau hanya datang untuk mencercaku! Bahkan ketika aku mengatakan jika aku tenga berkumpul dengan teman-temanku. Mereka adalah temanku! Kau tetap tidak akan pernah mempercayainya, Dohoon! Kau dan cemburu sialanmu itu benar-benar membuatku muak! Aku-"

PLAK!

"Hentikan, Kim Jaejoong."

Dengusan tak percaya itu menghiasi wajah Jaejoong, dengan sudut bibir yang pecah oleh pukulan kuat Dohoon bahkan telah meneteskan liquid segar di sana "Dan kau tidak pernah mendengarkan segala isi hatiku sampai usai. Kau memilih memukulku atas segala rasa bersalah dan sesalmu padaku, bukan?" mengusap hati-hati luka miliknya dengan tisu.

GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang