Chap 8

1.7K 234 11
                                    

Cinta bukan hanya sebuah perasaan. Cinta adalah seni. Dan seperti seni apapun, cinta tidak hanya membutuhkan inspirasi, melainkan juga banyak kerja keras

-Adultery, Paulo Coelho-

.

.

.

Manik musang itu mengerjap lemah dengan kerutan tipis pada dahinya, tangannya refleks melepaskan seatbelt yang masih terkait kemudian mendesah dalam. Mobilnya tersangkut diantara batang pohon besar. Terlebih posisi mobil itu dirasa cukup berbahaya dan akan terjatuh begitu dirinya bergerak lebih banyak.

"Ji-shi, kau baik-baik saja?" serunya pada pria di sisinya, ketika ditangkapnya darah yang mengalir diantara surai hitam pria baya itu.

Bibir hatinya nyaris mengumpat sebelum melepas cepat seafbelt pria Ji "Bertahanlah!" serunya berhati-hati berusaha mengeluarkan keduanya.

Kret...

Srak

Napasnya sempat tertahan begitu guncangan yang diterima usai membuka pintu mobil, pergerakannya nyaris membuat keduanya terjun ke dasar jurang "Hampir saja," gumannya dengan deru tersengal. Perlahan menuruni mobil kemudian berbalik untuk membantu pria Ji.

Srak

Brak!

Mobil itu meluncur cepat sebelum kembali menubruk batang pohon lain yang sangat lapuk, tanpa berkata-kata dirinya kembali menuruni tebing terjal itu meski sempat membuat kemeja serta kulitnya terluka.

Keringat yang tercampur cairan karat tidak lagi diindahkannya, meski sempat menganggu pandangan ketika fokusnya hanya untuk menolong sang pria Ji.

"Y-yah... kau sudah sadar? Kau baik-baik saja?" serunya begitu cemas dan memastikan posisi mobil tertahan lebih lama pada sebuah batu serta dahan lapuk yang ada "Segera keluar! Aku akan berusaha menahan mobil ini!"

"S-sir..."

"Jangan banyak berbicara! Keluar saja dari sana!"

Mendengar nada kalut bercampur putus asa itu lantas membuat sang pria tersentuh, dirinya tahu jika pemuda itu memiliki hati yang hangat, dirinya telah bekerja cukup lama dengan keluarga sang pemuda dan tentu saja mengenal cukup dalam segala hal yang dialami atasannya.

"D-dapatkah saya meminta tolong kepada anda, sir?"

Permintaan itu kian membuatnya kalut "Tidak! Aku tidakan akan menolongmu sebelum kau keluar dari mobil ini!" bibir hatinya bergetar tipis sebelum digigitnya kuat "Keluar sekarang juga, Ji Donggyu!"

Donggyu hanya mengulas senyum sesal, sangat menyadari keadaannya jauh dari kata baik dimana kakinya terhimpit cukup kuat di bawah sana "Maafkan saya, sir. Kali ini saya tidak bisa menuruti anda." pria itu melepaskan rem tangan yang sebelumnya menahan pergerakan mobil dan membiarkan kuda besi itu membawanya terjun ke dasar jurang yang gelap.

"D-donggyu-hyung..."

Tanpa sadar dirinya telah meneteskan air mata, terbayang senyum penuh permohonan terakhir yang Donggyu perlihatkan sebelum ledakan besar menyapanya. Dirinya jatuh terduduk dengan tatapan putus asa.

"Maafkan aku," lirihnya sesal.

"Sir!"

Terdengar seruan cemas yang menyapa dari arah belakang dengan hempasan baling helikopter, pun sama sekali tidak membuatnya berbalik untuk sekedar memastikan ketika selimut hangat telah menyapa punggungnya.

"Syukurlah anda baik-baik saja, sir..."

Kepalanya menunduk tak berdaya dengan manik musang yang berilat kelam "Kalian terlambat. Sangat terlambat..." desisnya tersapu hempasan angin.

GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang