Chap 17

1.2K 174 21
                                    

Cinta bukan hanya sebuah perasaan. Cinta adalah seni. Dan seperti seni apapun, cinta tidak hanya membutuhkan inspirasi, melainkan juga banyak kerja keras

-Adultery, Paulo Coelho-

.

.

.

Will memendam resahnya seorang diri, sesekali melirik jam yang meliringkari pergelangan hingga kedatangan Yunho mengalihkannya. Ditengah keriuhan sirkuit serta beberapa mobil yang saling beradu performa serta tim-tim lawan yang sibuk mengukur kekurangan para pembalap.

Meminta sebuah handuk dari salah seorang staff sebelum memberikannya kepada Yunho. Tentu saja arena balap tidak selalu menyenangkan, pelu yang membanjiri ikut menjadi kendala. Panasnya mesin mobil serta fokus yang tidak bisa terpecah menjadi alasan lain munculnya keringat, belum lagi hasrat yang tertahan: tidak selalu para pembalap bisa membuang air kecil, lebih-lebih membuang air besar secara bebas ditengah berkendara.

"Haruskah kami menyiapkan baju ganti, sir?"

Yunho mendesah, mungkin perasaan malu sebagai seorang pria oleh kendala hasrat kecilnya sudah lenyap. Hanya saja Yunho juga tidak bisa mengendalikan panggilan alam dan tetap terfokus untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sirkuit serta performa mesin mobil.

"Mungkin aku akan sekalian membersihkan diri saja," Yunho melangkah pergi, melewati anggota timnya yang masih merundingkan beberapa hal sebelum kejuaraan balap berlangsung. Sesekali Yunho merasa tidak nyaman oleh popok yang dikenakan.

Padahal satu dekade lalu, ketika Yunho masih aktif menjadi seorang pembalap, belum ada peraturan bagi para pembalap untuk menggenakan popok namun kini- entah sejak kapan, Nascar mulai menerima sponsor dari sebuah merek popok terkenal. Mungkin dalam beberapa hal akan sangat bermanfaat karena memang dibutuhkan, namun harga diri seorang pria dewasa tentu saja terluka karenanya.

Bahkan Yunho tahu jika ada juga pembalap yang menolak menggunakan popok selama beraksi, buruknya tim yang mengurus pembalap tersebut harus bertempur dengan aroma seni yang mengotori interior mobil.

Besok pagi adalah penentu dalam kehidupannya. Mungkin bisa lebih dikatakan sebagai pembuktian akan dirinya terhadap Alain. Latihan hari ini memang tidak semelelahkan tiga hari lalu, dan memang Yunho hanya diminta untuk melakukan uji coba terakhir saja.

"Paman Kim." Yunho sigap membungkuk dalam, hal yang begitu jarang dilakukan dan mungkin saja akan sedikit menarik perhatian orang-orang di sekitar.

Jonggum menepuk bahu Yunho pelan, "Penampilanmu semakin baik meski sudah lama tidak melakukannya."

Yunho tersenyum lebar, meski pujian itu tidak lagi asing didengar namun akan sangat berbeda jika ayah Jaejoong yang mengungkapkannya "Terima kasih, paman. Aku juga masih berusaha menyesuaikan diri dengan lintasan serta strategi yang ada."

"Kau sudah bekerja sangat keras, Yunho-ya. Tidak perlu terus menekan dirimu."

Yunho hanya mengangguk, lagipula saran dari seorang veteran tentu saja diperlukan "Bagaimana keadaan Jaejoong, paman? Sudah seminggu ini aku tidak sempat menemuinya, aku harap dia dapat menikmati liburannya."

Jonggum terdiam sejenak, Yunho membawanya pada ruang tunggu- tentu tidak ada tempat yang pribadi di sana, meski lebih sepi namun masih ada segelintir orang yang melintas "Dia sudah aman kini."

"Paman?" Yunho dapat menangkap maksud lain dari kalimat Jonggum.

"Aku memutuskan untuk menjauhkannya darimu,"

"Apa maksudmu, paman?"

Jonggum sudah menduga akan menerima amarah Yunho, tentu saja pemuda itu akan sangat kesal karena segala persiapan spesial yang diberikan untuk Jaejoong sia-sia. Jonggum mengetahui hal ini begitu tiba di Florida minggu lalu. Hotel yang disewakan untuknya serta Jaejoong terlalu besar bahkan segala fasilitas terbaik telah dipersiapkan, Jonggum menolak semua itu kemudian memilih pindah di hotel lain tempat Yunho menginap, bersama seluruh anggota Golden Key -tim Yunho-.

GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang