Cinta bukan hanya sebuah perasaan. Cinta adalah seni. Dan seperti seni apapun, cinta tidak hanya membutuhkan inspirasi, melainkan juga banyak kerja keras
-Adultery, Paulo Coelho-
.
.
.
"Maafkan aku, sayang."
Jaejoong mengulas lekuk lembut, itu adalah ungkapan kesekian yang diterimanya dari Yoohae. Padahal Jaejoong tidak merasa keberatan jika memang Yoohae tidak bisa menemaninya, lagipula di tempat ini banyak pelayan yang bisa dimintai pertolongan.
"Gwenchana, eommeoni. Lagipula akan ada Changwook yang menemaniku nanti, abeonim juga di rumah."
"Jaejoong-ah, kau tahu jika aku sudah berjanji pada Yunho untuk menjagamu selama di sini."
"Aku akan memberikan Yunho pengertian."
Yoohae memandang berat sang menantu, meski dirinya juga tidak bisa berlama-lama lagi di sana. Sahabat dekatnya baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas, dan Yoohae menjadi salah satu yang harus menjenguk untuk memberikan donor darah.
"Tolong untuk memberi jarak pada ayah mertuamu. Dia masih belum memperlakukanmu dengan baik."
"Eommeoni tidak perlu cemas, aku akan baik-baik saja. Dan abeonim tidak mungkin mencelakaiku." jelas Jaejoong pasti.
Memang Alain masih beberapa kali mengusik Jaejoong dengan kalimat-kalimatnya, namun tidak ada kontak fisik yang berarti diantara mereka. Alaian hanya beberapa kali menegur Jaejoong, dan tidak melukainya.
"Kalau begitu aku pergi dulu, menantu. Jaga dirimu baik-baik dan pastikan untuk habiskan susumu."
"Ne~" Jaejoong hanya mengulas senyum lebar oleh perhatian Yoohae.
Dirinya bersyukur karena perhatian-perhatian itu tidak luput darinya, mungkin oleh kehamilannya atau apapun, Jaejoong tidak peduli. Selama Yunho dan Changwook bersamanya, maka semua akan baik-baik saja.
Baru saja Jaejoong menghabiskan susu lezat yang dipesankan Yunho secara khusus oleh peciuman sensitif Jaejoong sehingga menjadi lebih pemilih, ketika seorang pelayan kembali dengan sebuah nampan yang tidak tersentuh. Bahkan hidangan di atasnya masih sama seperti sebelumnya.
"Abeonim tidak makan?"
"Tuan besar sama sekali tidak menyentuh makan siang beliau, tuan."
Tiba-tiba saja Jaejoong merasa tidak suka oleh tingkah kekanakan yang mulai dimunculkan Alain. Pria Jung itu sudah terlalu keras kepala untuk mengabaikan kesehatannya ketika belum dua hari kembali ke rumah usai dirawat oleh buruknya pola hidup selama ini. Tidak jauh berbeda dengan Yunho, Alain memiliki masalah dengan lambungnya.
"Berikan hidangan baru dan biar aku yang membawakannya."
"Baik, tuan."
Jaejoong menyiapkan beberapa obat milik Alain yang telah dipintanya, menaruh pada sebuah piring mungil dan menyiapkan gelas minum yang berukuran lebih besar dari biasa. Bahkan menyempatkan diri untuk memotong kecil-kecil lauk yang diperuntukan untuk sang ayah mertua.
Perpustakaan menjadi tujuan Jaejoong, tentu dirinya mulai mengenal kebiasaan Alain yang lebih senang menghabiskan waktu di tempat menenangkan itu. Bahkan tanpa pergi ke halaman belakang, balkon di sana sudah mengarah penuh pada taman mungil yang membentang cantik.
"Kau bisa menaruhnya- Jaejoong?" Alain sedikit terganggu, bukan karena keberadaan Jaejoong hanya saja Jaejoong yang membawa nampan berisi penuh makanan dengan perut besarnya "Tidakkah rumah ini memiliki cukup banyak pelayan untuk melakukannya? Lagipula aku menginginkan kopi dan bukan makanan seperti bubur."

KAMU SEDANG MEMBACA
Glory
Fiksi PenggemarApa itu kesuksesan? Kepopuleran? Kekuasaan? Kekayaan? Wajah rupawan? Disukai banyak orang? Nyatanya semua hal itu hanyalah kesemuan belaka. Sayangnya setiap orang pasti menginginkan kesuksesan terbalut kesempunaan, bahkan melupakan sebuah hal pentin...